Nasional

Masyarakat Sipil Nilai Soeharto Tak Penuhi Syarat Hukum dan Moral sebagai Pahlawan Nasional

Jumat, 31 Oktober 2025 | 19:30 WIB

Masyarakat Sipil Nilai Soeharto Tak Penuhi Syarat Hukum dan Moral sebagai Pahlawan Nasional

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Faris Helmi Yahya dalam Diskusi Media bertajuk Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto yang diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) di Gedung Resonansi, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Gerakan masyarakat sipil mempertegas penolakannya terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Ke-2 RI, Soeharto.


Mereka menilai langkah tersebut bertentangan dengan syarat hukum, umum maupun khusus untuk menerima gelar pahlawan nasional dan merupakan kemunduran signifikan bagi pendidikan publik Indonesia.


Pernyataan itu disampaikan dalam Diskusi Media bertajuk Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto yang diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) di Gedung Resonansi, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).


Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Faris Helmi Yahya menjelaskan bahwa berdasarkan hukum, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, Soeharto tidak memenuhi syarat umum maupun khusus untuk menerima gelar pahlawan nasional.


Faris menyoroti Pasal 24 hingga 26 dalam undang-undang tersebut, yang menyebut bahwa penerima gelar harus memiliki moral baik, integritas tinggi, serta menjadi teladan bagi masyarakat.


Menurutnya, Soeharto justru gagal memenuhi kriteria tersebut karena terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan praktik korupsi selama masa pemerintahannya.


Ia mengutip Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 140 PK/Pdt/2005 dalam kasus perdata korupsi Yayasan Supersemar, yang menyatakan bahwa Soeharto terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan mewajibkan yayasan tersebut mengembalikan aset kepada negara.


“Putusan ini sudah jelas menunjukkan keterlibatan Soeharto dalam praktik patronase, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari dasar ini saja, tidak ada justifikasi untuk memberinya gelar pahlawan,” tegas Faris.


Lebih lanjut, ia menilai bahwa klaim Soeharto sebagai Bapak Pembangunan bersifat menyesatkan. Menurut Faris, pembangunan selama 32 tahun kekuasaan Soeharto berlangsung secara otoriter dan tidak transparan, menyebabkan pemborosan, krisis moneter, serta ketimpangan sosial dan ekonomi yang parah.


“Kalau kita melihat sejarah ekonomi, bahkan sekitar 30 persen dari total investasi pada masa itu terbuang sia-sia akibat kebijakan yang tidak efisien,” ungkapnya.


Faris juga mempertanyakan urgensi pemberian gelar kepahlawanan kepada Soeharto, karena pembangunan yang dilakukan merupakan bagian dari tugasnya sebagai kepala negara, bukan prestasi luar biasa yang melebihi kewajibannya.


“Kalau pun ada yang menyebut beliau Bapak Pembangunan, itu bukan sesuatu yang layak disebut jasa istimewa. Itu justru bagian dari tanggung jawab jabatan yang diembannya,” ujar Faris.


Ia mengingatkan bahwa apabila pemerintah tetap memberi gelar pahlawan kepada Soeharto, hal itu akan menjadi preseden negatif bagi generasi pemimpin berikutnya.


“Ini akan menandai bahwa kekuasaan otoriter, korupsi, dan pelanggaran hukum bisa dihapus begitu saja dengan simbol kehormatan negara,” tegasnya.


Sementara itu, Peneliti Knowledge Management dan Communication PATTIRO Jihan Dzahabiyyah menilai, penolakan terhadap pemberian gelar tersebut merupakan bentuk komitmen masyarakat sipil dalam menjaga nilai transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).


“Memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja mengabaikan jejak sejarah dan merusak pendidikan publik. Ini memberi pesan keliru bahwa korupsi selama 32 tahun bisa diampuni begitu saja,” kata Jihan.


Jihan juga menekankan pentingnya transparansi publik dalam proses penentuan figur pahlawan nasional.


“Transparansi bukan hanya soal akses informasi, tetapi juga tanggung jawab moral negara kepada masyarakat,” pungkasnya.