Prof HM Quraish Shihab dalam bincang santai bersama Najwa Shihab dalam acara Shihab dan Shihab bertema Kematian adalah Nikmat yang ditayangkan di YouTube Najwa Shihab, Sabtu (18/6/2022). (Foto: Tangkapan layar YouTube Najwa Shihab)
Jakarta, NU Online
Peristiwa hanyutnya putra Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yaitu Emmeril Kahn Mumtaz (Eril) di sungai Aare, Bern Swiss, masih jadi perbincangan. Terkait hal ini, cendekiawan Muslim Indonesia Prof HM Quraish Shihab menjelaskan bahwa mati karena hanyut, melahirkan, tertabrak, dan terbakar adalah contoh syahid di akhirat.
Prof Quraish menyampaikan hal tersebut dalam bincang santai bersama Najwa Shihab dalam acara Shihab dan Shihab bertema Kematian adalah Nikmat yang ditayangkan di YouTube Najwa Shihab, Sabtu (18/6/2022).
“Itu adalah contoh kematian yang mengenaskan. Karena mengenaskan maka kita berdoa ‘kasihan ya’. Doa itulah yang menjadikan dia dinilai mati syahid. Tapi, dinamakan syahid akhirat. Sehingga di dunia, dia mati seperti biasa, dapat dimandikan dan dikafankan,” tuturnya.
Pendiri Pusat Studi Qur’an (PSQ) itu menyebutkan ada tiga macam mati syahid. Yakni syahid dunia, syahid akhirat, dan syahid dunia akhirat.
“Orang yang mati syahidnya hanya di dunia, bukan akhirat, yakni bagi orang yang gugur dalam peperangan. Tetapi, niatnya bukan untuk membela kebenaran,” jelas Prof Quraish.
Menurut doktor jebolan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini, seseorang dapat diperlakukan sebagai syahid, sehingga tidak perlu dimandikan. “Tetapi dia dinilai oleh Tuhan sebagai syahid dunia karena tau niatnya apa, kita tidak tahu niatnya,” imbuh Prof Quraish.
Pengarang Tafsir Al-Misbah itu juga menyebutkan, ada juga syahid dunia dan akhirat. Yakni orang yang gugur dalam peperangan membela kebenaran, serta Tuhan menilainya orang yang tulus, sehingga dinamakan syahid dunia dan akhirat.
Pada kesempatan yang sama Prof Quraish juga menerangkan cara menghadapi kesedihan menghadapi kematian adalah menyerahkan bahwa segala sesuatunya milik Tuhan.
“Dia milik Tuhan dan akan kembali pada Tuhan. Ini yang sulit bagi kita, karena menganggap semuanya milik kita, sehingga kesedihan itu bertambah” terang Prof Quraish.
Menurut Prof Quraish Shihab, bukan berarti kita dilarang sedih karena itu tidak bisa. Nabi pun ketika anaknya meninggal dunia tetap menangis.
“Sampai ada sahabat yang terheran-heran. Nabi kok menangis sehingga beliau menjawab ‘ini adalah rahmat’. Kita menerima ketetapan Tuhan meskipun hati sedih. Kita tidak berucap sesuatu kecuali yang direstui Tuhan,” tuturnya.
Prof Quraish menyarankan untuk membayangkan bahwa orang yang meninggal itu sebenarnya pergi ke suatu tempat yang cepat atau lambat kita akan ke sana, maka tidak akan terlalu sedih.
“Dan kita sadari dia di sana bersama Tuhan, dan Tuhan itu maha baik, serta ada indikator-indikator yang menunjukkan dia orang baik atau mati khusnul khatimah maka tidak perlu sedih,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori