Membayangkan Kehadiran Nabi Muhammad, Salah Satu Adab Baca Maulid
Rabu, 19 Oktober 2022 | 21:00 WIB
Jakarta, NU Online
Habib Muhammad bin Farid al-Muthohar menuturkan adab-adab saat membaca maulid dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Intinya tertuju pada satu hal, yakni membayangkan bahwa di hadapan kita ada Nabi Muhammad saw.
“Kira-kira apa yang akan kita lakukan, apa yang akan kita kerjakan, perilaku seperti apa dan bagaimana ekspresi kita, maka itulah adab membaca maulid dan shalawat kepada Rasulullah saw,” tuturnya dalam YouTube NU Online berjudul Etika Ber-Maulid Nabi (Majelis Sholawat), Selasa (18/10/2022).
Habib Muhammad menceritakan bahwa Sayyid Ahmad Zaeni Dahlan dalam fatwanya pernah ditanya tentang seseorang yang membaca maulid Nabi. Sayangnya, pembacaan itu menggunakan lagu-lagu yang seolah merendahkan Nabi seperti lagu dangdut koplo.
“Kemudian beliau menjawab hidayah adalah milik Allah swt, kebenaran adalah milik Allah swt, bahwa cara seperti itu adalah haram jika itu menyerupai irama atau logat-logat yang tidak benar,” tuturnya.
Baca Juga
Khutbah Menyambut Peringatan Maulid Nabi
“Orang-orang yang melakukan shalawat seperti itu harus ditegur karena mereka harus menjauhi segala sesuatu yang merusak adab kepada Nabi Muhammad saw,” sambung Habib Muhammad.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa merokok saat maulid haram hukumnya karena harus menjaga kehormatan Nabi. Bagi yang menghadiri maulid harus khusyuk seakan sedang di hadapan Nabi Muhammad saw. Selain itu, juga harus memahami isi yang disampaikan dalam maulid dan menghayatinya.
“Seperti yang saya sampaikan di awal, jika kita merasa Nabi Muhammad berada di hadapan kita maka apa yang akan kita kerjakan menjadi baik. Namun, jika kita merasa Nabi Muhammad tidak hadir maka kita akan bersikap seenaknya, bergerak asal-asalan. Penting ramai dan asyik. Hal demikian justru bisa menghina Nabi Muhammad saw,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa perkara suara juga harus benar-benar dijaga. Tidak diperbolehkan meninggikan suara ketika di hadapan Nabi, karena Allah melarang sahabat untuk meninggikan suaranya di atas suara Nabi.
“Jangan memanggil Nabi Muhammad seperti memanggil teman sendiri. Allah swt akan menghapus semua amal perbuatanmu jika melakukan hal tersebut,” tegas Habib Muhammad.
Meninggikan suara saja, lanjut dia, sudah dianggap tidak beradab. Apalagi dibarengi gerakan-gerakan yang tidak benar. Ditambah lagi membaca shalawat menggunakan lagu-lagu milik orang fasik.
“Masih lagi merokok di hadapan Nabi Muhammad saw. Maka Sayyid Ahmad Zaeni Dahlan tidak terima dengan hal itu,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori