Menag Ingatkan agar Waspada terhadap Ujaran Kebencian Berbungkus Agama
Senin, 21 Januari 2019 | 13:20 WIB
Jakarta, NU Online
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan munculnya fenomena perang urat syaraf yang berujung pada penistaan, caci maki, bahkan kekerasan fisik yang dibungkus dengan agama. Menurutnya, hal ini dapat mengancam persatuan bangsa dan mereduksi ajaran agama Islam yang sebenarnya.
Fenomena semacam ini semakin menguat juga berkenaan dengan menghangatnya iklim politik jelang pemilu 2019. Oleh karena itu ia mengingatkan agar tahun politik disikapi dengan ‘dingin’ oleh segenap umat beragama di Indonesia untuk menjaga persatuan Indonesia.
Menurut Menag, sebagian elemen masyarakat saat ini terlihat begitu berlebihanan dalam mengekspresikan keberagamaanya, sehingga melakukan aksi yang justru bertentangan dengan esensi agama. Agama, kata Menag, pada prinsipnya menjaga kemuliaan manusia yang sudah termaktub secara eksplisit dalam Al-Qur'an. Agama juga tidak mungkin berperan mensegregasi, tetapi menyatukan, merangkul, dan mengayomi semua elemen manusia tanpa terkecuali.
"Maka aksi kontra humanisme, seperti penistaan, caci maki, bahkan kekerasan yang mengusung ajaran agama adalah bentuk kesalahan menyerap ajaran agama" kata Lukman Hakim Saifuddin dalam sebuah talkshow yang dipandu Najelaa Shihab, di Hotel Alana, Sentul, Bogor (21/1).
Dalam kesempatan tersebut, Lukman menekankan pada 300 pejabat Ditjen Pendidikan Islam Kemanag yang hadir agar memberi perhatian maksimal pada institusi pendidikan yang dinaungi; 78.000 madrasah, 28.100 pondok pesantren, dan 770 perguruan tinggi Islam.
Pendidikan, lanjutnya, adalah media yang membuat seseorang memiliki cara pandang dan nilai-nilai yang baik. Oleh karena itu, ia menyebut para pegiat pendidikan mulai birokrasi hingga para guru dan tenaga pendidikan di lapangan sebagai orang-orang yang membangun peradaban Indonesia.
"Jangan menganggap peran ini hanya pekerjaan. Bila hanya itu, mesin bisa menggantikannya lebih baik. Tetapi kita pada dasarnya sedang membentuk manusia Indonesia," tambah Menag. (Ahmad Rozali)