Suasana Toko Kitab Menara Kudus di Jalan Kramat II Nomor 54 A Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Suwitno).
Jakarta, NU Online
Jalanan Kramat Raya siang itu tak ramai seperti biasanya, berbekal petunjuk dari google maps kami membelah jalanan guna menemukan toko kitab kuning yang terletak di Jalan Kramat II Nomor 54 A Jakarta Pusat, Menara Kudus namanya. Tak butuh waktu lama, akhirnya kami menemukan toko kitab yang kami cari. Posisinya hanya berselang beberapa rumah dari majelis taklim terkenal Almarhum Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang.
Plang hitam menggantung bertuliskan “Toko Buku & Kitab Menara Kudus” dengan font emas, di sampingnya terdapat banner yang menampilkan gambar Menara Kudus. Hal tersebut sudah cukup menjadi penanda bahwa di situlah letak toko yang menjual kitab kuning.
Begitu memasuki toko, berbagai macam kitab kuning tersusun dengan rapi dan terawat dengan baik di rak-rak, dari yang berukuran kecil hingga besar. Bau khas dari kitab kuning menusuk hingga ke dalam relung jiwa, aroma yang mengingatkan pada sejarah, pengetahuan, dan tradisi yang berlimpah. Dari Tafsir Yasin hingga Tafsir Jalalain, dari Akhlak Lil Banin hingga Ta’lim Muta'allim, dari Taqrib hingga Fathul Qarib, kitab-kitab yang diajarkan di pesantren dapat dengan mudahnya kita temukan di sini. Toko ini memiliki tiga ruangan, ruang depan, tengah, dan samping.
“Toko ini berdiri tahun 1972, sejak awal lokasinya di sini, ini cabang, pusatnya di Kudus. Ini satu-satunya cabang di Jakarta. Kalau pusatnya tentu lebih tua dari sini,” ujar Pipin yang bekerja menjadi Pramuniaga di Toko Buku dan Kitab Menara Kudus di Jakarta sejak tahun 1990.
Pria yang bekerja selama sudah 33 tahun ini menjelaskan Toko Buku dan Kitab Menara Kudus buka dari Senin-Sabtu, dari jam 8 pagi hingga 4 sore. Lebih lanjut ia mengungkapkan yang paling dicari adalah kitab-kitab pesantren dan kitab majelis taklim.
“Melayani secara online juga, tetapi banyak orang belanja lewat langsung, perorangan, supplier juga ada, agen, sub agen, distributor juga ada. Kalau distributor untuk daerah-daerah seperti Lampung, Palembang, yang beli itu kalangan majelis taklim, madrasah diniyah, madrasah ibtidaiyah,” imbuhnya kepada NU Online, Sabtu (7/10).
Meskipun Toko kitab ini merupakan milik Penerbit Menara Kudus yang beralamat di Kudus, Jawa Tengah, ia menjelaskan, kitab-kitab yang dijual tidak hanya dari Kudus, tetapi dari berbagai penerbit, seperti dari Lebanon, Beirut, Surabaya, hingga Bandung.
“Paling mahal Rp20ribu kalau buku pelajaran, kalau untuk kitab tergantung kitabnya, kitab yang mau dipakai tergantung. Kitab itu jenisnya banyak dari yang ribuan sampai jutaan, itu di meja Lisanul Arob Rp2,4 juta, Fathul Bari Rp2,8 juta. Tergantung kitabnya kitab apa, kitab kan banyak, ada yang 2 jilid, ada yang 4 jilid, ada yang 20 jilid, tergantung jenis kitabnya,” terang pria yang kini berusia 56 tahun.
Sebagai karyawan tentu ia merasakan perubahan dari dulu hingga sekarang “Ada perbedaan dulu dan sekarang, sejak BBM naik buku menurun tajam, menurun drastis, itu (tahun) 2022. Kalau Covid, waktu pandemi nggak ada masalah,” ungkapnya.
“Karena yang dicari buku-buku pesantren, kitab-kitab pesantren, kitab-kitab yang dipakai di kalangan majelis taklim. Walaupun majelis taklim ada larangan PPKM, larangan jaga jarak, ngaji tetap ngaji,” imbuhnya.
Dirinya optimis selagi masih ada pesantren, toko kitab kuning akan tetap eksis dan berkembang mengikuti zaman.
“Kitab kuning dari dulu sampai sekarang masih tetap diajarkan, ada tingkatan-tingkatannya kan. Selagi ada pesantren nggak khawatir, selagi ada pesantren kan bisa berkembang,” pungkasnya.