Mengapa Kalender Hijriah Diawali Muharram? Begini Penjelasannya
Sabtu, 30 Juli 2022 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Tahun baru Islam 1444 H telah ditetapkan pada Sabtu, 30 Juli 2022, berdasarkan keputusan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU). Jika dirunut, kalender hijriah dimulai bulan Muharam, disusul Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.
Pertanyaannya, mengapa kalender hijriah diawali dengan Muharram? Bukannya sejarah penetapan sistem pananggalan Islam ini terinspirasi dari peristiwa hijrah umat Muslim dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada 22 Rabiul Awal atau 24 September 622 M.
Jika mengacu pada peristiwa hijrah, mengapa kalender hijriah tidak dimulai dengan Rabiul Awal? Untuk mengetahui alasannya, kita perlu menelusuri sejarah ditetapkannya sistem penanggalan hijriah ini.
Mengutip riwayat Imam as-Sakhawi, dalam kitab Tarikhut Ta’rikh (halaman 6) dijelaskan, kesadaran mengenai pentingnya dibuat sistem penanggalan hijriah dilatarbelakangi ketika Abu Musa al-Asy’ari menerima sepucuk surat dari Umar bin Khattab.
Abu Musa heran karena surat tersebut tidak memiliki titi mangsa yang jelas. “Sungguh, surat-surat darimu telah kami terima tanpa catatan tanggal, bulan, dan tahun,” protes Abu Musa kepada Umar.
Dalam riwayat lain dijelaskan, awal mula Umar berpikir untuk membuat sistem penanggalan adalah ketika Maimun bin Mahran mendatangi sang khalifah dan menyodorkan dokumen berisi kesepakatan dua orang yang berlaku di bulan Sya’ban.
Hanya saja, Umar sendiri bingung, yang dimaksud Sya’ban kapan. “Sya’ban kapan? Tahun kemarin, tahun yang akan datang, atau tahun ini?” tanya sang khalifah.
Berawal dari problem administratif ini, Umar mengumpulkan sejumlah sahabat untuk berembug mencari solusi. Terjadilah diskusi panjang yang menghasilkan ide agar dibentuk sistem penanggalan Islam. Hanya saja, mereka bingung, pananggalan tersebut harus mengacu pada peristiwa besar, tapi peristiwa apa yang pas?
Muncullah sejumlah pendapat, ada yang mengusulkan agar pembuatan tahun mengikuti penanggalan Persia dan Romawi. Ada yang mengajukan usul agar mengacu pada peristiwa kelahiran Nabi Muhammad. Ada yang mengusulkan berdasarkan tahun diutusnya Nabi (bi’tsah). Ada pula yang mengusulkan pada tahun kewafatan Nabi.
Hingga akhirnya, Ali bin Abi Thalib mengajukan ide agar sistem penanggalan tersebut mengacu pada peristiwa hijrah umat Muslim dari Makkah ke Madinah. Umar kemudian menyetujui usulan Ali karena peristiwa ini diketahui semua orang dan merupakan simbol transformasi dakwah Islam.
Baca Juga
Sejarah Tahun Baru Hijriah
Setelah semua sepakat, bulan apa yang pas kiranya dijadikan awal tahun. Diskusi pun berlangsung kembali dan muncul usulan yang beragam. Sebagian mengusulkan agar diawali dengan bulan Ramadhan. Hanya kemudian, Umar mengajukan pendapat agar diawali dengan bulan Muharram.
Alasannya, Muharram adalah momen saat umat Muslim baru selesai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Menurutnya, jamaah haji yang baru merampungkan rukun Islam kelima ini bersih dari dosa sehingga kepulangan mereka lebih pas dijadikan awal tahun Hijriah.
Kesimpulannya, tahun baru Islam diawali dengan bulan Muharram karena bertepatan kepulangan umat Muslim dari Tanah Suci. Harapannya, kondisi jamaah haji yang bersih dari dosa menjadi keberkahan tersendiri dalam mengawali tahun.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori