Nasional

Mengapa Pemuda Harus Aktif Jadi Agen Kampanye Pesan Damai di Medsos

Kamis, 15 November 2018 | 14:20 WIB

Jakarta, NU Online

Alasan mengapa kelompok muda tidak boleh abai pada kondisi media sosial yang semakin banyak diisi konten negatif, adalah karena kelompok ini adalah kelompok usia yang paling aktif di sosial media. Menurut Badan Pusat Statistik, sebanyak 54 persen dari 143 juta anak muda di Indonesia adalah pengguna internet aktif, dan 90 persen dari angka itu adalah pengguna aktif sosial media. Sementara itu, survey Search for Common Groun menyebut bahwa sekitar 87 persen dari respondennya menyatakan bahwa sosial media merupakan sumber informasi yang penting.

Alasan serupa yang melatarbelakangi banyaknya program pengembangan kapasitas terhadap kelompok pemuda usia sekitar 18-25 tahun, baik dari kalangan pemerintah seperti Kominfo, BNPT, NGO seperti Search for Common Ground, Wahid Foundation dan lembaga lain.

Melalui kelompok muda, Siberkreasi yang terdiri dari berbagai unsur, melakukan berbagai pelatihan literasi dan kegiatan lain dalam rangka mengadvokasi dan melibarkan kelompok muda dalam kampanye positif di media sosial.

Pelatihan literasi Search for Common Ground yang dilakukan dalam projek bernama SOLID-ID: Strengthening Religious Freedom in Indonesia mencoba memperkuat kapasitas kelompok millennial dengan berbagai pelatihan berkala. Harapannya, kelompok yang diadvokasi akan memiliki pemahaman yang baik mengenai cara menggunakan sosmed untuk perubahan sosial. Selain itu, kelompok ini juga diharapkan bisa memproduksi konten positif yang lebih baik secara tampilan dan narasi.

Dalam hal melakukan pendampingan kepada kelompok usia muda ini, Search for Common Ground tidak melakukan aksinya sendirian. Ia juga berkolaborasi dengan kelompok-kelompok yang memiliki perhatian pada topik yang sama seperti Islami.co, Cameo, dan Siberkreasi.

BPNT juga melakukan hal serupa dengan merekrut puluhan duta damai di Sulawesi utara. Usaha yang dilakukan sejak tahun lalu ini telah menghasilkan 700 lebih alumni yang diharapkan bisa mengisi media sosial dengan konten positif. Selain kemampuan individual, jumlah anggota yang besar juga bisa menjadi modal melakukan gerakan positif di platform media sosial.

Bahaya sosial media saat ini tidak hanya berhenti pada ujaran kebencian dan pelintiran kebencian (hate speech dan hate spin). Akan tetapi kejahatan media sosial juga berkembang pada tahap terorisme berbasis dunia maya atau cyber terrorism. Pada tahap ini kelompok teroris juga secara aktif menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan propaganda dan rekrutmen.

Pejabat BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis memaparkan rekrutmen terorisme juga mengalami perubahan signifikan di era internet saat ini. Pengangkatan calon mujahid yang dulunya dilakukan secara offline ini telah mengalami perubahan dengan cara online. Cara itu yang berhasil merekrut Dian Yulia Novi pelaku bom panci yang teradikalisasi melalui internet. Demikian pula sejumlah WNI yang berangkat ke Suriah beberapa waktu lalu karena berhasil diiming-imingi oleh propaganda bohong kelompok teror ISIS.

“Apabila terorisme lama lebih mengandalkan pada pola rekrutmen melalui hubungan kekeluargaan, pertemanan, ketokohan, dan lembaga keagamaan dan dilakukan dengan cara-cara tertutup dan pembaiatan langsung, hari ini, kita menyaksikan fenomena baru yang menjadikan media online sebagai sarana propaganda dan rekrutmen. Pola rekrutmennya pun telah berubah dengan perekrutan terbuka dan pembaiatan tidak langsung yakni baiat melalui media atau dikenal bai’at online,” paparnya.

Dalam konteks ini generasi muda tidak bisa tingal diam dan tidak acuh pada bahaya kondisi media sosial. Mereka, lanjutnya, harus menjadi bagian yang terintegrasi untuk melakukan perang konten di media sosial. Apalagi, mengingat kelompok millennial sebagai ‘tuan rumah’ dunia maya. Di sisi yang lain, era digital akan sangat berbahaya tanpa adanya literasi media dan literasi digital yang tinggi.

Usaha yang dilakukan baik oleh BNPT dan Search for Commonground merupakan bagian dari pelibatan kelompok terbanyak dalam dunia media sosial dalam membangun internet yang sehat. “Keterlibatan para pemuda tentu menjadi modal dan kekuatan berharga untuk terus mewujudkan lingkungan dunia maya dan dunia nyata yang aman dan nyaman dari ancaman radikalisme dan terorisme,” pungkasnya. (Ahmad Rozali)


Terkait