Jakarta, NU Online
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa salah satu kelompok yang rawan untuk disusupi atau didoktrin oleh radikalisasi adalah kelompok anak muda yang sedang dalam masa pencarian identitas diri. Ungkapan putri kedua Gus Dur ini juga seolah berbanding lurus dengan laporan Badan Intelejen Nasional (BIN) tahun 2018 yang menyebut bahwa 39 persen mahasiswa yang terdiri dari kelompok usia muda terjangkit paham radikal.
Kondisi ini perlud ditangani secara serius sebab melibatkan pemilik generasi mendatang. Ada beberapa cara untuk menghalau radikalisme di lingkungan perguruan tinggi, antara lain adalah menguatkan nilai nasionalisme, Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan lainnya. Penguatan ini dianggap sebagai salah satu cara yang cukup ampuh untuk mengurangi hingga bahkan menghapus paham radikalisme. Sebab meningkatnya radikalisme yang notabenenya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila adalah akibat ‘absennya’ Pancasila dari kehidupan civitas akademika di perguruan tinggi.
Ideologi radikal menurut KH Ma’ruf Amin bertentangan dengan semangat Indonesia yang berdiri sebagai negara kesepakatan. “Indonesia merupakan darul ahdi, negara kesepakatan antara berbagai agama yang ada di Indonesia dan Pancasila dan UUD 45 merupakan tatanan kehidupan bangsa atau ittfaqan akhawiyah, kesepakatan saudara sebangsa dan setanah air," katanya.
Oleh karena itu, gerakan radikal yang pada akhirnya bertujuan mengganti ideologi Pancasila berlawanan dengan semangan negara kesepakatan yang dibangun atas kepentingan bersama.
Pentingnya memperkuat Pancasila juga diamini oleh Pengamat Intelijen dan Terorisme, Wawan Hari Purwanto yang meyakini bahwa, dengan memperdalam Pancasila di lingkungan pendidikan saat ini maka sama artinya dengan kembali menorehkan nilai-nilai luhur bangsa kita untuk masa depan.
“Dengan adanya perguliran ini maka Insya Allah negeri kita akan kuat, karena ideologi Pancasila akan kembali bergaung di kalangan pelajar dan juga mahasiswa. Dngan demikian maka ideologi luar yang cenderung radikal bisa tergusur dengan serta merta dan bertahap,” katanya.
Lebih lanjut menurut Wawan, untuk mewujudkan penguatan ideologi Pancasila di kampus, diperlukan peranan organisasi di lingkungan internal kampus dan organisasi di luar kampus, yang tentunya, berhaluan Pancasila.
Harapannya, para mahasiswa ini juga bisa mengatasi gejolak-gejolak yang ada berdasarkan pengalaman-pengalaman yang muncul dari pihak luar yang selama ini juga memiliki pengalaman yang banyak yang nantimnya bisa di adopsi di kampus-kampus.
“Kampus tidak bisa menutup diri, tidak berbaur dengan yang lain. Karena dengan banyaknya jaringan atau network yang ada, maka pemikiran dan pemahaman mereka akan lebih bijaksana ketika menghadapi persoalan dan gejolak ketika ada pertentangan terhadap ideologi Pancasila,” ujarnya.
Wawan juga menyebut pentingnya melakukan kajian dalam bentuk diskusi publik atau seminar seminar atau pertemuan mahasiswa yang membahas tema-tema menarik sepertiu ideologi politik, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Kegiatan semacam itu dapat melahirkan kesadaran sekaligus memperkuat ajaran Pancasila. (Ahmad Rozali)