Munas NU 2025 Putuskan Hukum Jual Beli Properti di Atas Tanah Wakaf
Jumat, 7 Februari 2025 | 21:00 WIB
Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah Munas dan Konbes NU 2025, Kamis (6/2/2025) di Hotel Sultan Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah Munas dan Konbes NU 2025 menyatakan bahwa terdapat dua hal mengenai hukum pendirian dan jual beli properti yang dibangun di atas tanah wakaf. Pertama, tidak diperbolehkan membangun properti di atas tanah wakaf selain mauquf ‘alaih. Kedua, boleh membangun properti dengan pola istihkar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah KH Muhammad Cholil Nafis pada Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).
Pertama, Kiai Cholil menyampaikan, berdasarkan mazhab Syafi’ membangun properti di atas tanah wakaf tidak diperbolehkan, karena yang berstatus wakaf bukan saja bagian bawah tanah, tapi juga bagian di atas tanah yang harus dijaga. Oleh karena itu, yang memiliki hak membangun hanyalah mauquf ‘alaih (pihak yang diberi wakaf).
“Hukum mendirikan bangunan ini tergantung pada mauquf ‘alaih, kalau peruntukannya itu untuk dibangun masjid maka hanya harus dibangun masjid, ini untuk dibangun pondok pesantren itu harus dibangun pondok pesantren, tidak boleh dibangun lainnya,” tegasnya.
Ia menyampaikan jika berdirinya properti atau bangunan di atas tanah wakaf dinyatakan ilegal, maka properti tersebut tidak sah diperjualbelikan. Sebab status keberadaannya tidak dapat diserahterimakan.
Kedua, Rais Syuriyah PBNU itu menyampaikan, berdasarkan mazhab Hanafi, membangun properti di atas tanah wakaf diperbolehkan dengan pendekatan pola istihkar yaitu mekanisme akad sewa tanah wakaf dalam jangka yang lama untuk dibangun properti di atasnya secara permanen.
“Kalau istihkar diberdayakan secara produktif, maka diperbolehkan dengan didahului mekanisme akad sewa lahan wakaf, termasuk dengan cara hak disewakan yaitu mekanisme pembayaran ongkos sewa lahan wakaf, sebagaimana kompensasi atas berdirinya properti secara permanen,” ujar Kiai Cholil.
“Misalkan saya wakafkan tanah ini yang manfaatnya adalah untuk masjid, maka bisa dibangun masjid, bisa dibangun bisnis yang hasilnya untuk membiayai masjid, pengajiannya,” tambahnya.
Ia mengatakan, membangun dan status kepemilikan properti di atas tanah wakaf melalui akad sewa adalah milik penyewa serta berhak untuk dipermanenkan di atas lahan wakaf dengan catatan tidak menimbulkan mudharat pada harta wakaf.
Kiai Cholil Nafis juga menambahkan, walau telah melakukan akad sewa tanah wakaf, status tanahnya tidak boleh dijualbelikan dan tidak boleh diwariskan walau terdapat properti di atasnya.
“Tanah wakaf tidak boleh dijual, juga tidak boleh diwariskan, tidak boleh dihibahkan sehingga posisinya yang membangun di atas tanah wakaf ini adalah kerja sama akad sewa dengan yang punya tanah wakaf,” ucapnya.