Yogyakarta, NU Online
“Ronggowarsito adalah seorang syekh dan ulama. Beliau bukan hanya ulama saja serta menjadi tokoh abangan,” ungkap sejarawan PBNU, Abdul Mun’im DZ pada acara bedah buku “Babad Carios Lelampahanipun Suwargi” karya Raden Ngabehi Ronggowarsito di Aula PWNU DIY, Jum’at (18/5) lalu.
<>
Mun’im yang juga wakil sekjen PBNU ini menceritakan banyak hal terkait tentang karya-karya Ronggowarsito, dan seputar kehidupan keraton.
“Karya Ronggowarsito yang lebih kita kenal adalah Zaman Edan, karena karya tersebut menggambarkan tentang sosial politik dan budaya pada saat itu, di antaranya adalah perang Diponegoro,” tandas Mun’im.
Ditambahkannya, yang ditulis Ronggowarsito bukan karangan fiktif, tetapi karangan kreatif. .
“Sastra sekarang dibandingkan dengan zaman dahulu sangat berbeda, kalau dulu sastra adalah sastra realis, kalau sekarang adalah sastra romantik,” imbuh Mun’im.
Ia juga menceritakan terkait tentang pola pemerintahan zaman dahulu dan sekarang.
“Raja dulu dengan sekarang jauh berbeda, kalau raja dulu itu ikut Belanda, tapi dibelakangnya melawan. Berbeda dengan sekarang, raja sekarang di depan ikut dan di belakang juga ikut,” ujarnya.
Abdul Mun’im juga menyayangkan kondisi masyarakat sekarang ini yang tidak dapat membaca babad Jawa. Hal ini menghambat upaya mempelajari karya-karya pujangga Jawa.
“Masyarakat sekarang lebih lincah dalam membaca bahasa Arab dan bahasa Inggris dari pada membaca babad Jawa,” tegas Mun’im.
Acara yang diadakan oleh PWNU DIY tersebut diikuti oleh sejumlah warga NU se-DIY. Saking asyiknya membicarakan bedah buku “Babad Carios Lelampahanipun Suwargi”, acara selesai sampai jam 23:30.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Sholikhin