Nikmatnya Kebahagiaan Bukan Hanya saat di Puncak Keberhasilan
Senin, 31 Oktober 2022 | 20:00 WIB
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri, Senin (31/10/2022) mengatakan puncak keberhasilan bukanlah satu-satunya titik kebahagiaan. (Foto: istimewa)
Jakarta, NU Online
Dalam menjalani kehidupan, setiap individu mesti memiliki target-target pencapaian yang semuanya dilalui dengan proses panjang alias tidak instan. Semua target ini membutuhkan perjuangan dan pengorbanan sehingga sampai pada puncak keberhasilan yang ditargetkan.
Namun, puncak keberhasilan bukanlah satu-satunya titik kebahagiaan yang harus dinikmati. Proses menuju dan turun dari puncak keberhasilan justru menjadi momentum yang sangat penting untuk dinikmati dengan bahagia.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri mengibaratkan proses menikmati kebahagian hidup di dunia adalah seperti mendaki gunung. Proses mendaki bisa menjadi momentum yang tak terlupakan karena bisa merasakan kebahagiaan dengan menikmati suasana alam sekitarnya.
"Mendaki gunung pasti berat. Namun, ada sisi-sisi tersendiri saat proses itu dilakukan. Ada sensasi jasmani dan ruhani yang dilewati yang dari situ kebahagiaan bisa muncul," terangnya saat berdiskusi dengan NU Online terkait tips agar senantiasa bahagia dalam menghadapi ragam permasalahan hidup, Senin (31/10/2022).
Menurut Prof Mukri, penting untuk diingat bahwa berada di puncak keberhasilan tidaklah akan bertahan lama atau abadi. Pada waktunya nanti akan ada masa di mana kita harus menuruni puncak gunung keberhasilan. Dan saat turunpun harus juga dinikmati dengan sungguh-sungguh.
"Kalau menikmati kesuksesan hanya saat berada di puncak, maka waktunya tidak akan lama. Saat naik dan turun gunung itulah yang seharusnya menjadi masa menikmati kebahagiaan," ungkapnya.
Begitu juga dalam menikmati misi utama hidup di dunia yakni ibadah menyembah Allah swt. Ia mengingatkan agar setiap individu tidak hanya terobsesi dengan surga dan kenikmatan di dalamnya. Jika itu yang menjadi prinsip dalam beribadah, maka kenikmatan saat sujud dalam shalat tidaklah akan bisa dirasakan.
"Kebahagian dan kenikmatan bisa bersujud harus dinikmati dengan sungguh-sungguh. Jika hanya memikirkan orientasinya saja, maka proses yang dijalani akan menjadi beban belaka. Kalau semua jadi beban, kapan bahagianya?" ungkapnya.
Kebahagiaan juga bukan hanya dalam bentuk materi saja. Uang, jabatan, dan gemerlapnya materi dunia bukan sumber utama kebahagiaan. Bisa jadi itu semua malah menjadi sumber kesengsaraan dalam mengarungi kehidupan.
Kebahagiaan pun, lanjut Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar Jawa Timur ini, bukan hanya menjadi milik individu. Namun menikmati kebahagiaan juga bisa dilakukan secara kolektif. Apalah gunanya bahagia, namun orang-orang di sekitar kita malah sengsara dan tidak bisa merasakan nikmatnya bahagia seperti yang kita rasa.
Kebahagiaan akan sempurna ketika kebaikan yang terselenggara sesuai harapan kita bisa dinikmati bersama orang lain. "Hidup akan lebih nyaman dan bahagia, ketika keluarga dan orang-orang yang kita cintai juga merasakan bahagia," ungkapnya.
Prof Mukri mengungkapkan termasuk juga ketika hidup dalam komunitas atau organisasi, kebahagiaan bukan hanya milik pengurus. "Pengurus yang baik adalah mereka yang bisa memberikan kebahagiaan kepada yang diurus," pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan