Founder Fiqih Perempuan Dhomirotul Firdaus atau Ning Firda pada Diskusi Publik Pojok Kramat bertajuk Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pencegahan Perkawinan Anak dalam rangka 16 Hari Kekerasan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Founder Fiqih Perempuan Dhomirotul Firdaus menyebut bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah pribadi yang manipulatif. Ia memberikan gambaran tentang pola perilaku pelaku KDRT dan bagaimana mereka mampu memanipulasi korban dalam siklus berulang tanpa disadari oleh korban.
"Pelaku KDRT cenderung manipulatif," ujar Ning Firda, sapaan akrabnya, pada Diskusi Publik Pojok Kramat yang diselenggarakan Lakpesdam PBNU bekerja sama dengan Inklusi di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2023). Forum ini bertajuk Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pencegahan Perkawinan Anak dalam rangka 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Ning Firda menjelaskan bahwa dalam hubungan pasangan suami istri yang terlibat dalam KDRT, pelaku sering melakukan tindakan yang manipulatif untuk membuat pasangan tidak berdaya.
"Misalnya, setelah memukul istrinya, suami ini (pelaku KDRT) cenderung meminta maaf atau melakukan love bombing. Memberikan pujian, merayu, dan merasa butuh pada pasangannya," ungkap Ning Firda.
Menurutnya, perilaku ini membawa korban dalam siklus yang terus berputar, di mana pasangan yang melakukan KDRT mengulangi tindak kekerasan, kemudian memberikan perhatian positif, untuk kemudian kembali melakukan tindakan kekerasan.
"Ini membuat perempuan berpikir, 'Oh, aku harus menemani dia, aku bisa membantu dia memperbaiki dirinya,'" tambah Ning Firda.
Ia menegaskan bahwa siklus ini sering dianggap sebagai red flag atau tanda bahaya. Namun, korban sering kali tidak menyadari pola manipulatif ini karena terjebak dalam perasaan ketergantungan dan harapan bahwa pasangannya bisa berubah.
"Kemudian, setelah memberikan pujian dan perhatian, pelan-pelan dia akan mulai lagi mengekang, mengontrol lagi pasangannya," jelas istri dari Gus Danial Rifki, Sutradara Film 99 Nama Cinta itu.
Ning Firda juga menjelaskan bahwa ketika korban melakukan kesalahan kecil, pelaku KDRT akan kembali melakukan tindakan kekerasan, memasuki tahap permintaan maaf, dan memulai siklus tersebut kembali.
"Ini akan terus berputar selama korban tidak sadar. Ini sering terjadi, tapi kalau kita menasehatinya (korban KDRT) itu seperti tidak mempan," katanya.
Namun, Ning Firda menekankan pentingnya solidaritas dan dukungan bersama dalam menanggulangi masalah KDRT.
"Kita bersama, kalau dia membutuhkan pertolongan, kita tolong karena dinasehati pun tidak mempan," pungkasnya.
Turut berbicara dalam diskusi itu, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan bahwa jumlah kasus KDRT masih tinggi di Indonesia. Mengutip data Komnas Perempuan, ia menjelaskan bahwa angka kasus KDRT lebih tinggi dibandingkan dengan kasus lainnya.
"Komnas Perempuan, dalam catatan tahunannya, menemukan angka KDRT tertinggi dibanding dengan kasus-kasus yang lainnya. Kami membagi kekerasan di ranah personal, KDRT, kekerasan dalam pacaran, kekerasan di ranah publik dan negara," jelas Maria.
"Kekerasan di ranah personal itu paling tinggi angkanya di kekerasan dalam rumah tangga, angkanya 79 persen atau 6480 kasus. Dari 79 persen kasus KDRT, 30 persennya adalah kekerasan seksual, 31 persennya kekerasan fisik, tertinggi kedua adalah kekerasan seksual, dan kekerasan psikis," imbuhnya.