Nyai Sinta Nuriyah Libatkan Tokoh Agama Laki-Laki Atasi Kekerasan terhadap Perempuan
Kamis, 10 November 2022 | 06:00 WIB
Nyai Sinta berbicara di forum bahtsul masail bertema ‘Meningkatkan Keterlibatan Lelaki dalam Upaya Mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender’, di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/11/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengajak para tokoh agama laki-laki untuk terlibat dalam mengatasi kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang marak terjadi.
Kemudian melalui Puan Amal Hayati, Nyai Sinta menggelar bahtsul masail bertema ‘Meningkatkan Keterlibatan Lelaki dalam Upaya Mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender’, di kediaman Nyai Sinta Nuriyah, di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/11/2022).
Istri Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mengaku, telah banyak melihat fakta bahwa kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, semakin hari kian kompleks. Berbagai macam masalah selalu diarahkan kepada perempuan.
Bahkan, pandemi Covid-19 ini telah membuat masalah kekerasan dan diskriminasi berbasis gender semakin bertambah. Sementara yang menjadi korban kekerasan dan diskriminasi itu, sebagian besar adalah perempuan.
Belum lama ini, Nyai Sinta baru saja menandatangani Deklarasi Lombok yang berisi soal seruan untuk menangani masalah pembunuhan dan bunuh diri yang hampir seluruh kasus menjadikan perempuan sebagai korban.
Beberapa hal itulah yang membuat Nyai Sinta Nuriyah lewat Yayasan Puan Amal Hayati menggelar pertemuan bersama para tokoh agama laki-laki untuk mampu bersama-sama menghadapi masalah yang kerap mengorbankan perempuan.
“Masalah (kekerasan terhadap perempuan) ini masalah kehidupan. Masalah kehidupan yang harus ditangani oleh laki-laki dan perempuan. Kalau sekarang perempuan diinjak-injak, tertindas, laki-laki juga harus bisa membantu,” tegas Nyai Sinta Nuriyah, kepada NU Online.
Ia berharap laki-laki atau para tokoh agama laki-laki mampu terlibat untuk memahami tentang kekerasan terhadap perempuan beserta dampak lahir dan batin yang dimunculkan. Oleh karena laki-laki adalah pasangan dari perempuan, maka laki-laki harus benar-benar memahami persoalan itu.
“Pihak yang membuat dan menjadikan korban perempuan itu siapa? Laki-laki. Kalau laki-laki tahu dan mengerti, maka dia akan menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan kepada perempuan,” jelas salah seorang Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Selain itu, kata Nyai Sinta, para tokoh agama laki-laki juga bisa memberikan contoh atau nasihat kepada para pengikut atau jamaahnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Sebab dampak yang akan muncul dari kekerasan terhadap perempuan itu akan terasa pada keutuhan rumah tangga dan anak-anak.
“Jadi itulah alasannya mengapa kita mengajak laki-laki (dan tokoh agama laki-laki) terlibat dalam menangani kekerasan terhadap perempuan,” ucap penerima gelar Doktor Honoris Causa Bidang Sosiologi Agama dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Lebih lanjut, Nyai Sinta mengatakan bahwa keterlibatan para tokoh agama laki-laki dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan itu sangat diperlukan. Sebab para tokoh agama laki-laki ini memiliki pengaruh yang sangat kuat di tengah masyarakat.
“Kita berharap banyak kepada tokoh-tokoh agama yang kita undang agar mereka bisa memahami (masalah kekerasan terhadap perempuan) ini dan bisa menyiarkannya, menyebarkannya. Karena kalau dia berpidato mengenai itu, apa yang dia sampaikan akan diikuti oleh masyarakat,” pungkas Nyai Sinta.
Sebagai informasi, pertemuan bahtsul masail di Ciganjur itu dihadiri oleh berbagai tokoh. Di antaranya Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla, Katib Syuriyah PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali, Mustasyar PBNU KH Husein Muhammad, dan Menteri Agama 2014-2019 H Lukman Hakim Saifuddin.
Data Komnas Perempuan 2022
Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2022 (Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 dan Peluncuran Catatan Tahunan tentang Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan) mencatat dinamika pengaduan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dengan rincian; pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan Badan Peradilan Agama (Badilag) 327.629 kasus.
Angka-angka itu menggambarkan peningkatan signifikan 50 persen kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yaitu 338.496 kasus pada 2021 (dari 226.062 kasus pada 2020). Lonjakan tajam terjadi pada data Badilag sebesar 52 persen, yakni 327.629 kasus (dari 215.694 pada 2020).
Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga meningkat secara signifikan sebesar 80 persen, dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021. Sebaliknya, data dari lembaga layanan menurun 15% persen, terutama disebabkan sejumlah lembaga layanan sudah tidak beroperasi selama pandemi Covid-19, sistem pendokumentasian kasus yang belum memadai dan terbatasnya sumber daya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Alhafiz Kurniawan