P3M Gelar Halaqah, Dilatari Ketidakadilan Pajak: Investor Dapat Pengurangan, Pesantren Bayar Penuh
Jumat, 15 September 2023 | 18:00 WIB
Direktur P3M KH Sarmidi Husna dan Nyai Hj Ifa Faizah (tengah) saat Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (15/9/2023). (Foto: Dokumentasi P3M)
Jakarta, NU Online
Di tengah gencarnya ajakan pemerintah agar masyarakat patuh membayar pajak, satu isu kontroversial mengemuka, yakni kebijakan Tax-Holiday atau pembebasan pajak bagi investor asing di sejumlah sektor strategis, termasuk pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dasar hukum Tax-Holiday di Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PMK Nomor 130 Tahun 2011 tentang Pemberian Insentif atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dan PMK No. 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Melalui kebijakan tersebut, Pemerintah bersikukuh, kebijakan Tax-Holiday ini mampu mendongkrak investasi dan menyerap lapangan kerja demi kesejahteraan rakyat.
Namun, banyak ahli yang justru mempertanyakan efektivitas Tax-Holiday dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Mengapa demikian? Sebab seringkali insentif fiskal ini justru dimanfaatkan perusahaan asing untuk meminimalkan pembayaran pajak di Indonesia. Praktik Tax-Holiday ini jelas berpotensi merugikan pendapatan negara, di satu sisi.
Sementara itu, pesantren yang sudah jelas berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan di negeri ini dikenai pajak penuh dari berbagai sisi.
“Di sisi lain, muncul pertanyaan, mengapa pemerintah begitu gencar memberi insentif berupa Tax-Holiday kepada investor asing, sementara lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah yang secara historis memiliki andil besar dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, malah diminta membayar pajak? Bukankah sudah selayaknya negara memberikan insentif serupa kepada pesantren agar lebih mandiri dan berdaya saing memberdayakan masyarakat?”, tutur KH Sarmidi Husna selaku Direktur P3M, pada Jumat (15/9/2023).
Saat ini, jelasnya, banyak pesantren diminta membayar pajak penghasilan (PPH) maupun pajak bumi dan bangunan (PBB) terkait aset dan aktivitas komersial yang dijalankan.
Tentu saja kebijakan ini menuai protes dari banyak kalangan. Pasalnya, selama ini pesantren dikenal sebagai lembaga nirlaba yang menjadi tiang pendidikan umat Islam Indonesia. Ribuan pesantren tersebar di pelosok Nusantara menjadi benteng moral dengan andil besar mencerdaskan putra-putri bangsa.
“Negara seharusnya memberikan insentif serupa agar pesantren dapat mandiri dan terus berkontribusi membangun negeri melalui pendidikan. Apalagi mengingat peran vital pesantren sebagai pusat pengembangan nilai-nilai moderasi, toleransi dan cinta tanah air”, tambah Kiai Sarmidi.
Oleh karena itu, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) untuk menggelar Halaqah Nasional Pengasuh Pondok Pesantren yang bakal dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat pada 22-24 September 2023.
“Untuk merespon persoalan pesantren dan kondisi sosial politik kontemporer, kami akan menyelenggarakan kegiatan Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta Jawa Barat pada tanggal 22-24 September, yang akan dihadiri oleh sekitar 1000 pengasuh pesantren dari berbagai daerah seluruh Indonesia”, tutur Nyai Hj Ifa Faizah, mewakili panitia dari pesantren al-Muhajirin Purwakarta.
Acara ini juga mengundang/akan dihadiri oleh tokoh nasional, di antaranya Presiden RI, Menkopolhukam Mahfud MD dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Kapolri, dan lain-lain.
Pada halaqah nasional tersebut akan dibahas permasalahan terkait kemandirian pesantren, di antaranya inkubasi bisnis pesantren dan keadilan pajak bagi pesantren. Ada pula pembahasan berkaitan dengan etika politik kiai, strategi pencegahan kekerasan berbasis agama, netralitas penyelenggara dan aparat dalam pemilu, stabilitas nasional, dan pengembangan wawasan kebangsaan melalui kurikulum pesantren.