P3M Ungkap Prinsip-prinsip Fiqih tentang Masyarakat Sadar Pajak
Jumat, 8 Maret 2024 | 11:16 WIB
FGD tentang fiqih zakat yang dilaksanakan P3M yang berlangsung di Jakarta, Kamis (7/3/2024). (Foto: Dok. P3M)
Jakarta, NU Online
Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak pada negara dinilai masih sangat kurang. Hal itu merupakan persoalan serius karena pemasukan negara sebagian besar diperoleh dari pajak.
Direktur Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) KH Sarmidi Husna mengatakan, kurangnya kesadaran membayar pajak, tidak mengetahui manfaat membayar pajak, mengabaikan kewajiban membayar pajak, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang pajak dapat menyebabkan terjadinya “perlawanan” berupa penghindaran dan penggelapan pajak.
“Perlu adanya pola yang sistematis untuk mengubah perilaku masyarakat agar sadar dan taat pajak. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, forum seminar, mimbar-mimbar keagamaan, pertemuan warga, dan lain sebagainya dalam bentuk inklusi kesadaran perpajakan,” katanya pada Focus Group Discussion di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Baca Juga
Benarkah Pungutan Pajak itu Haram?
Bagi umat Islam, lanjut Sarmidi, pungutan yang wajib dibayar berdasarkan perintah langsung dari Al-Qur'an dan hadits secara eksplisit adalah zakat. Sedangkan pajak, hanya perintah tidak langsung yang dapat digali dari argumen fiqih dan atau usul fiqih.
“Memberikan informasi kepada masyarakat agar sadar membayar pajak itu merupakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang sangat dianjurkan oleh Islam dalam Surat Ali Imron ayat 104. Selain itu, dalam Islam juga dikenal satu pendekatan yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah, termasuk juga masalah perpajakan, yaitu dengan pendekatan fiqih,” ungkap Sarmidi.
Kemudian ia menjelaskan, melalui fiqih, umat Islam dapat merambah masalah perpajakan dalam pandangan dan pemahaman ajaran Islam yang diperoleh dari teks Al-Qur’an dan hadits.
“Tentunya fiqih di sini bukan saja sekumpulan ketentuan hukum (legal-formal), melainkan juga kerangka etika moral sosial yang sangat penting untuk memandu kehidupan manusia yang adil, maslahah, manusiawi, dan bijaksana untuk kemaslahatan bangsa dan negara,” katanya.
Untuk itu, P3M akan menyusun sebuah buku Fiqih Pajak: Solusi Permasalahan Pajak dalam Perspektif Islam. P3M memandang perlunya bahkan sangat penting dilakukan penggalian prinsip-prinsip fiqih yang mendukung penerimaan negara dari pajak yang bisa jadi bahan ampuh untuk edukasi, sosialisasi dan literasi perpajakan di kalangan Muslim.
Sementara itu, Direktur P2Humas DJP Muhammad Noor, mengatakan di Indonesia tingkat kepatuhan bayar pajak masih kurang. Menurutnya teks rasio yang masih rendah sekitar 10 persen.
“Pada tahun 2024 negara ini membutuhkan dana 3300 T, sedangkan pendapatan negara diproyeksikan sekitar 2700 T, pembiayaan anggaran sekitar 522 T sehingga negara masih butuh pembiayaan anggaran yang besar, karena jika dilihat dari nominalnya jelas besar pasak daripada tiang sehingga kita perlu memikirkan sumber pendapatan,” ungkapnya.
Menurutnya banyak pendapat kaum Muslim terkait pajak. “Khususnya di Indonesia terutama kalangan santri masih menjadi pertentangan apakah wajib, sunnah, haram, mubah atau makruh,” tambahnya.
Kemudian Noor menyebut Muslim di Indonesia terdapat 87 persen dan merupakan terbanyak di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya potensi di luar pajak seperti zakat sangat besar yaitu 300 T.
“Namun yang terkumpul masih kecil yaitu sebesar 22 persen. Zakat secara program dapat mengurangi penghasilan yang dapat mengurangi besaran pajak yang harus dibayarkan,” pungkasnya.