Pakar Kesehatan Masyarakat Sebut Rokok Bukan Penyebab Utama Penyakit Jantung Koroner
Rabu, 12 April 2023 | 07:00 WIB
Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia dr Syahrizal Syarif (kanan) pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'RUU Kesehatan: Nasib Petani dan Industri Tembakau' yang digelar Perhimpunan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Park Hotel Cawang, Jakarta Timur, Selasa (11/4/2023). (Foto: NU Online/Aru Lego Triono)
Jakarta, NU Online
Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia dr Syahrizal Syarif menyebut bahwa rokok bukanlah satu-satunya faktor risiko atau penyebab dari penyakit jantung koroner.
Hal itu diungkapkan Syahrizal dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'RUU Kesehatan: Nasib Petani dan Industri Tembakau' yang digelar Perhimpunan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Park Hotel Cawang, Jakarta Timur, Selasa (11/4/2023).
"Menjadi tidak jujur ketika hanya melihat rokok menjadi penyebab semua penyakit," kata Syahrizal.
Ia menjelaskan bahwa penyakit itu ada dua yakni menular dan tidak menular. Faktor risiko dari penyakit menular adalah karena persebaran virus, misalnya Covid-19 dengan SARS-CoV.
"Tapi kalau penyakit tidak menular, itu sebabnya banyak sekali. Tidak ada penyebab tunggal untuk penyakit tidak menular. Penyakit jantung koroner itu tidak sama sekali menyebut rokok (sebagai penyebab utama)," kata Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI itu.
Menurut Syahrizal, sebagian besar orang selalu saja mengatakan bahwa penyebab utama dari jantung koroner adalah rokok.
"Itu tidak benar. Penyebab utamanya adalah hipertensi. Kedua, kadar lemak (kolesterol)," ucapnya.
Ia menegaskan, penyakit tidak menular disebabkan beberapa hal yakni kurang olahraga, obesitas, hipertensi, dan diabetes.
"Rokok hanya salah satu faktor risiko, bukan faktor risiko utama pada jantung koroner," katanya.
Baca Juga
Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok
Sebagai informasi, P3M menggelar FGD membahas RUU Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan karena terdapat salah satu pasal yang menyejajarkan produk legal hasil pengolahan tembakau dengan minuman beralkohol, narkotika, dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif.
Ketentuan ini termaktub dalam draf rancangan pasal 154 ayat 3 dengan bunyi: zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Di dalam FGD yang berlangsung selama kurang lebih 4 jam itu, P3M menghadirkan para tokoh dari berbagai latar belakang untuk berbicara dari beragam perspektif mengenai RUU Kesehatan dan kaitannya dengan tembakau ini.
Pada akhir sesi, forum sepakat untuk menolak penyejajaran tembakau dengan zat adiktif terlarang lainnya karena akan berdampak pada kehidupan perekonomian petani tembakau di daerah.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF