Pakar Ungkap Penyebab Penundaan Sejumlah RUU Prolegnas Prioritas 2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Di tengah polemik berbagai penundaan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang hanya menunggu pengesahaannya saja, Guru Besar bidang Ilmu Hukum dari Universitas Lampung (Unila) Rudy mengungkapkan pembentukan RUU menjadi UU tidaklah mudah. Di antara RUU tersebut ialah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), RUU Penyiaran, dan lainnya.
Prof Rudy menyatakan, terdapat berbagai tahapan-tahapan yang perlu dilalui hingga menjadi pengesahan. Sehingga, lanjut Rudy, jika langsung disahkan dengan penghapusan pasal, maka berpotensi adanya kekosongan hukum dari sebuah pasal yang berkait.
"Kekosongan hukum (terjadi) dari penormaan pasal yang bermasalah tersebut. Kekosongan ini bisa berlangsung lama karena perubahan UU memiliki syarat-syarat tertentu misal salah satunya usia UU," kata Rudy saat dihubungi NU Online, Rabu (26/6/2024).
Terkait jangka waktu penundaan RUU, Ketua Lakpesdam PWNU Lampung itu juga menyebutkan bahwa penundaan yang terlalu lama juga tidak baik karena nasibnya akan sama dengan pembentukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang puluhan tahun baru bisa disahkan.
"Akibatnya Indonesia puluhan tahun memakai produk kolonial dalam mengatur hukum pidana," jelasnya.
Rudy yang merupakan Wakil Rektor Unila juga mengungkapkan, diksi yang tepat dari penundaan adalah masih dalam tahap pembentukan, karena penundaan bagi RUU belum ada penormaannya dalam UU pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Untuk penundaan biasanya dipakai untuk RUU yang sudah disahkan, namun pelaksanaannya ditunda sampai waktu tertentu misalnya UU KUHP baru," katanya.
Persetujuan RUU masuk ranah politik
Lebih dari itu, Prof Rudy juga menyatakan bahwa persetujuan dan tidak disetujuinya suatu RUU sudah masuk ranah politik dalam arti keputusan politik yang menentukan.
"Ini kemudian bisa kita lihat ada RUU yang cepat dan ada juga yang sangat lambat karena tergantung kepentingan hukum atau politik yang melatarbelakanginya," jelasnya.
Prof Rudy juga meyakinkan bahwa aspek penundaan sebuah RUU salah satunya adalah partisipasi dari publik. "Untuk RUU penyiaran memang ada indikasi penundaan karena tekanan publik," jelasnya.