Para Tokoh Ungkap Pentingnya Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa
Ahad, 19 Maret 2023 | 09:30 WIB
Para narasumber yang diundang Sumbu Kebangsaan saat berbicara dalam refleksi kebangsaan di Ballroom Djakarta Theater pada Sabtu (18/3/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Sumbu Kebangsaan menyelenggarakan refleksi kebangsaan bertema Spirit Guru Bangsa Cak Nur, Gus Dur, dan Buya Syafii Ma’arif dalam Aspek Bernegara Masa Kini di Ballroom Djakarta Theater pada Sabtu (18/3/2023). Sumbu Kebangsaan merupakan kolaborasi inisiatif antara Nurcholish Madjid Society, Jaringan Gusdurian, dan Ma’arif Institute.
Pada kegiatan tersebut, sejumlah tokoh hadir membicarakan pemikiran tiga cendekiawan Muslim, yakni Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan Syafii Maa'rif yang terus relevan untuk menghadapi tantangan bangsa di hari ini.
Cendekiawan muslim Prof Amin Abdullah mengungkapkan, ketiga tokoh ini dengan latar belakang berbeda memiliki referensi sejarah dan moral pelanjut dari founding fathers (para pendiri bangsa).
“Ada kesederhanaan dan kesungguhan mencermati kesengsaraan rakyat dalam diri ketiga tokoh ini. Kita punya referensi moral, sejarah dan itu penting untuk sistem sustainability atau keberlanjutan hidup kita,” kata Amin dalam sambutannya.
Ketua PBNU Alissa Wahid mengatakan bahwa gagasan dan pemikiran para tokoh tersebut bisa menembus berbagai generasi bukan tanpa sebab.
Integritas dan kredibilitas ketiga tokoh terhadap gagasan yang dibawa soal kemaslahatan umat dan preferensi sosial kultural membawa nama mereka harum meski jasadnya telah tiada.
“Kenapa pikirannya didengar? Karena integritasnya betul-betul tampak. Ini yang kita kurang. Ini kalau kata Buya Syafi’i Indonesia surplus politisi, minus negarawan,” kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.
Intelektual muda NU, Syafiq Hasyim, menyampaikan tiga hal yang bisa diwarisi dari tiga tokoh tersebut kepada generasi berikutnya baik dari cara berpikir maupun tindakan.
Pertama, ketiga tokoh tersebut sangat kritis terhadap masalah berkaitan dengan agama yang hadir di ruang publik.
Syafiq menyatakan jika Gus Dur dan Cak Nur masih hidup, pasti para guru bangsa ini sedih melihat semakin banyaknya urusan agama diatur oleh negara. Ia mencontohkan UU Halal yang harus mulai ada enforcement pada 2024.
“Semakin meningkatnya intervensi negara terhadap agama di ruang publik seperti ini menggelisahkan terus terang. Saya rindu kepemimpinan Cak Nur dan Gus Dur pada zaman sekarang ini,” ujarnya.
“Jika keduanya masih hidup, tentu akan mengeluarkan kritisme tersendiri terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan itu,” sambung Syafiq.
Kedua, lanjut dia, mengkristalisasi pemikiran ketiga tokoh dalam menjaga integritas dan intelektualitas dalam dunia pendidikan.
“Hari ini semakin banyak biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk perguruan tinggi tetapi tidak produksi orang-orang yang kredibel, bisa dipercaya dan lainnya,” ujar pria asal Jepara ini.
Ketiga, tiga tokoh bangsa dalam memandang orang karena orangnya, bukan berdasarkan identitas. Misalnya, dalam melihat kelompok Ahmadiyah dan Syiah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Lakpesdam PBNU Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil menilai sudah saatnya membumikan gagasan atau ide-ide ketiga tokoh tersebut ke masyarakat.
“Mungkin ini saatnya bukan menelurkan ide-ide besar. Karena era itu sudah lewat. Itu eranya Cak Nur, dan lain-lain. Sekarang eranya menurunkan tokoh-tokoh besar ini ke bawah,” tandas Gus Ulil.
Hadir pembicara lain, Ketua Yayasan Mulia Raya Foundation Musdah Mulia dan Direktur Program Maarif Institut Moh Shofan.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Musthofa Asrori