PBNU Ingatkan Pemerintah Tidak Sepelekan Sel-sel Tidur Terorisme
Selasa, 1 Desember 2020 | 05:09 WIB
Jakarta, NU Online
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imdadun Rahmat mengingatkan pemerintah agar tidak melepaskan perhatiannya pada sel-sel teroris yang sedang tidur.
Pengawasan terhadap mereka harus tetap dilakukan agar tidak ‘kecolongan’ lagi sehingga peristiwa yang tidak diinginkan dapat dicegah.
“Tidak memfokuskan pada Jawa saja. Jadi jangan menyepelekan sel-sel yang sedang tidur, tetap menaruh perhatian terhadap seluruh sel-sel yang ada,” katanya kepada NU Online pada Selasa (1/12).
Memang kelihatannya, jelas Imdad, setelah era menonjolnya jaringan ISIS pulang ke Indonesia, aparat keamanan berfokus pada jaringan-jaringan yang ada di Pulau Jawa, sedangkan pengawasan di luar Jawa, seperti di Poso dan sekitarnya agak kendor.
Imdad mengakui bahwa memang tidak mudah bagi aparat keamanan untuk bisa mengawasi semua kelompok teroris dan mengambil langkah-langkah pencegahan. Sebab, jaringan mereka cukup banyak.
“Jaringannya belum tuntas digulung semua. Ideologinya masih menyebar di masyarakat. Pelakunya masih tidur dan banyak sekali mantan teroris secara ideologi belum sadar,” ujar Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) 2016-2017 tersebut.
Hal tersebut berarti menunjukkan bahwa keberhasilan pemerintah masih baru tahap pemutusan ikatan (disengagement). Mereka baru dibuat tidak melakukan ‘amaliah’ (melancarkan aksi teror) atau menganggur. “Ini resikonya akan selalu terjadi letusan letusan atau momentum-momentum tertentu,” katanya.
Dalam kasus Sigi, Sulawesi Tengah, yang terjadi pada Jumat (27/11) lalu, ia melihat memang seakan mereka terlepas dari perhatian pemerintah mengingat sudah lama tidak melancarkan aksinya.
“Memang sudah lama jaringan ini tidak melakukan ‘amaliah’. Jadi agak lepas dari perhatian densus dan lain-lain. Pasukan Tinombala yang ada di sana juga agak kendur setelah sebagian besar dari anak buahnya Santoso itu turun gunung dan menyerahkan diri,” katanya.
Imdad menjelaskan bahwa pemerintah pernah berhasil menembak gembong teroris di sana, yakni Santoso, dan berhasil mengupayakan penyerahan diri 16 anak buahnya. “Memang ada beberapa yang tidak mau turun gunung, antara lain kelompok Ali Kalora, salah satu pentolan yang tidak mau menyerah di tahun 2016-2017,” ujar Direktur Said Aqil Siroj Institute (SAS) itu.
Meskipun demikian, Imdad mengatakan, kinerja pemerintah mencegah tindakan terorisme sudah cukup baik. Memang masih terjadi beberapa peristiwa kekerasan, mulai dari pengeboman di beberapa gereja dan kantor polisi di Surabaya, peristiwa kekerasan di Mako Brimob, hingga penusukan Menkopolhukam saat itu, Wiranto.
“Jadi dalam artian kecolongan iya artinya tidak mampu untuk memprediksi menghadang mencegah peristiwa kekerasan itu terjadi tetapi upaya penyelidikan, penangkapan, lalu pengadilan pelaku berlangsung dengan baik,” katanya.
Pemerintah juga berhasil mengungkap, mencegah, dan menangkap kelompok baru yang berafiliasi dengan ISIS yang merencakan pengeboman. Sejauh catatannya, pemerintah telah mencegah dan menggagalkan lebih dari enam rencana peledakan atau penyerangan.
“Ini merupakan tanda bahwa kinerjanya cukup baik di tengah besarnya pendukung terorisme di Indonesia, baik yang berafiliasi dengan al-Qaeda, maupun yang baru, yang berafiliasinya ke ISIS, pulang dari Suriah,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad