Jakarta, NU Online
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menghelat Workshop Pendidikan Inklusi bagi pemerhati pendidikan dan media. Acara bertema “Pendidikan Tanpa Diskriminasi” ini dihelat di Hotel Kaisar Jl PLN No 1 Duren Tiga Jakarta Selatan, (9/1) sore.
<>
Kegiatan kerjasama P3M dan NEW (Network for Education Watch) Indonesia ini dihadiri tak kurang 50 orang. Mereka terdiri dari para Kepala SD yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, para orang tua anak berkebutuhan khusus, serta para pemerhati pendidikan dan media.
Dalam keterangannya, Sekjen P3M Abdul Waidl menyebutkan, fakta masih banyaknya penyandang disabilitas yang menemui masalah dalam mendapatkan haknya. “Kenyataan ini harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh anak bangsa,” ujarnya.
Hambatan terbesar ke arah inklusi, lanjut Waidl, lebih dikarenakan sebagian masyarakat masih belum bisa menerima kekurangan yang disandang pihak lain. Ketidaksempurnaan anak berkebutuhan khusus masih dianggap cacat dan aib
“Pandangan negatif tersebut, dapat menyebabkan terjadinya perilaku diskriminasi dan mengarah pada hambatan serius terhadap pembelajaran. Padahal perjuangan membumikan pendidikan inklusif didasari semangat education for all (EFA), sehingga setiap orang mempunyai hak atas pendidikan yang dijamin dalam deklarasi universal HAM,” tutur Waidl.
Hadir sebagai narasumber pengelola Little Bilingual School Azzahra Bekasi Galuh S dan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr Hj Maria Ulfah Anshor juga dari perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang tidak bisa hadir.
Dalam paparannya, Galuh menyebut pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. “Sayangnya, hingga kini masih terjadi kekerasan dan diskriminasi terhadap anak-anak. Jangankan anak berkebutuhan khusus, anak yang normal saja rentan terhadap perlakuan kekerasan dan diskriminasi tersebut,” ujar Galuh.
Galuh, seorang guru yang juga mengalami disabilitas, dalam presentasinya dibantu penerjemah bahasa isyarat yang sangat terampil dan profesional. Galuh juga menampilkan video saat dia mengajar dengan bahasa isyarat yang ternyata cepat diterima oleh para muridnya.
Dalam video lainnya juga muncul saat Galuh menjadi salah satu peserta konferensi internasional penyandang cacat di Timur Tengah. Nampak di video tersebut dia berbincang dengan pejabat KBRI setempat yang justru dibantu bicara oleh penerjemah bahasa Inggris.
“Saya tidak faham apa yang dibicarakan bapak dari KBRI. Saya lalu minta tolong penerjemah bahasa isyarat yang berbahasa Inggris. Lalu, pejabat tersebut matanya berkaca-kaca,” tuturnya sembari menjelaskan isi video tersebut. Galuh berharap pemerintah memperhatikan kebutuhan anak-anak penyandang disabilitas agar tidak mengalami diskriminasi lagi.
Disabilitas atau Cacat (bahasa Inggris: disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari ini. (Ali Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)