Perayaan hari besar umat Kristiani, Hari Raya Natal khusunya di Indonesia selalu mengemuka dengan polemik. Kegaduhan setiap tahunnya terjadi di seputar boleh tidaknya mengucapkan selamat natal. Namun, kali ini sampai berujung pada pelarangan.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas menegaskan, konstitusi menjamin kebebasan umat beragama untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing. Sehingga jika ada pelarangan, hal itu merupakan tindakan melawan konstitusi.
“Kebebasan beragama merupakan hak dasar yang tak boleh dikurangi dan dijamin konstitusi. Oleh karena itu pelarangan pelaksanaan peribadatan dengan dalih apa pun tak bisa dibenarkan dan merupakan tindakan melawan konstitusi,” ujar Robikin Emhas, Selasa (24/12).
Ia mengajak kepada seluruh elemen masyarakat di Indonesia untuk menegakkan konstitusi. “Mari kita junjung konstitusi kita. Jangan ada yang melangkahi. Bukankah dengan mematuhi konstitusi jaminan kehidupan sosial yang harmoni akan lebih bisa digapai?” ungkapnya.
Secara khusus, Robikin mengutarakan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) meminta pemerintah agar senantiasa hadir untuk menjamin seluruh pemeluk agama dalam menjalankan ibadahnya.
“Untuk itu Nahdlatul Ulama meminta agar pemerintah memastikan seluruh pemeluk agama dapat menjalankan peribadatannya sesuai ajaran agama masing-masing,” tegasnya.
Sebelumnya, terlontar larangan mengucapkan selamat natal dari MUI Jawa Timur untuk umat Islam selain Wapres KH Ma’ruf Amin. Hal itu dinilai sejumlah pihak sebagai sebuah kerapuhan bangunan ‘keluarga besar Indonesia’.
Sementara itu, Pusat Studi Antar-Komunitas (Pusaka) dikutip Tirto menjelaskan bahwa Umat Kristen di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, dilarang merayakan Natal bersama, hanya diizinkan merayakan Natal di rumah masing-masing oleh pemerintah setempat dengan dalih “kesepakatan bersama".
Muasalnya, pada awal Desember 2019, umat Katolik yang menetap di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, mengajukan izin agar bisa beribadah dan merayakan Natal bersama di satu rumah ibadah.
Namun, pemerintah Nagari Sikabau menolak. Sikabau hanya membolehkan mereka beribadah dan merayakan Natal sendiri-sendiri di rumah masing-masing dan atau di gereja di luar Dharmasraya.
Hal itu berdasarkan rapat pemerintah setempat, pemerintah Nagari Sibakau, ninik mamak (tetua adat), tokoh masyarakat, pemuda Sikabau, dan pihak lainnya. Mereka diizinkan merayakan Natal bersama asalkan pergi ke gereja di Kota Sawahlunto, sekitar 120 kilometer.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon