Peluncuran Buku Menavigasi Perubahan NU dan Pesantren: Mengurai Pemikiran Gus Yahya dan Arah Konsolidasi NU
Jumat, 14 November 2025 | 18:30 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (tengah) saat Peluncuran buku Menavigasi Perubahan NU dan Pesantren: Syarah Pemikiran Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (14/11/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meluncurkan buku Menavigasi Perubahan NU dan Pesantren: Syarah Pemikiran Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (14/11/2025). Buku ini memuat pokok-pokok pikiran, visi, serta program yang telah dijalankan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) selama tiga tahun memimpin NU sejak 2022.
Penulis pengantar buku, Rumadi Ahmad, menjelaskan bahwa karya tersebut disusun sebagai syarah atau penjelasan komprehensif terhadap gagasan-gagasan Gus Yahya. Ia menyebut terdapat 10 penulis yang terlibat, masing-masing memberikan ulasan berdasarkan matan pemikiran yang disampaikan langsung oleh Gus Yahya.
“Awalnya penyusunan buku ini tanpa sepengetahuan Gus Yahya. Tapi saya meyakini beliau berkenan pemikirannya disyarahi. Dengan komitmen para penulis, alhamdulillah buku ini selesai,” kata Rumadi.
Fondasi khidmah dan konsolidasi NU
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menegaskan bahwa pengabdian dalam NU merupakan bagian dari ibadah dan bentuk kepedulian untuk kemaslahatan bersama.
“Aktif dan mengabdi di NU adalah ‘ibadatullah wa ‘idzharurrahmah bi Nahdlatil Ulama’ (mengabdi/ibadah kepada Allah dan menghadirkan rahmah dengan NU),” tutur Gus Yahya.
Ia menekankan bahwa konsolidasi organisasi menjadi kunci untuk memastikan NU mampu bekerja secara strategis, baik pada isu domestik maupun internasional.
“NU sebagai organisasi sangat tidak terkonsolidasi. Elemen strukturalnya tidak nyambung; yang kultural lebih kompleks lagi. Tidak mungkin kita mengadres 30 ribu pesantren tanpa koherensi,” ujarnya.
Gus Yahya juga menyebut bahwa konsolidasi bukan perkara mudah karena tidak semua pihak merasa nyaman dengan pembakuan sistem organisasi. Selain itu, persepsi publik mengenai NU sebagai potensi atau ancaman turut mempengaruhi dinamika internal.
“Pesantren ini ke depan akan menjadi apa? Perubahan sosial besar terjadi. Maka ekosistem pesantren harus dibangun—standar, mekanisme, pola hubungan. Itu yang perlu dikembangkan,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris BMBPSDM Kementerian Agama, Ahmad Zainul Hamdi, menilai inti masalah konsolidasi NU terletak pada kepemimpinan. Kompleksitas struktur NU, menurutnya, menjadikan tugas ketua umum lebih berat dibandingkan memimpin negara.
“Memimpin NU butuh pemahaman mendalam atas kultur dan dinamika warganya,” ujarnya.
Menurutnya, kepemimpinan NU bersifat persuasif, bukan koersif. Karena itu, kata dia, yang dibutuhkan hampir manusia setengah dewa untuk memimpin NU dengan segala kompleksitasnya.
Relevansi dan tantangan pesantren
Aktivis dan Intelektual NU Helmi Ali mengapresiasi kedalaman pemikiran Gus Yahya. Ia menilai NU tetap relevan karena sejak awal lahir sebagai respons atas tantangan keagamaan dan penjajahan yang terjadi di Indonesia.
“Ketika pemerintah Saudi dengan paham Wahabinya bergerak, ketika penjajah mengeksploitasi sumber daya, keberadaan NU selalu menjawab kebutuhan zaman,” katanya.
Ia menyorot tantangan besar di pesantren dan potensi NU terjebak sebagai politik identitas. “Bagaimana pesantren benar-benar berdaya? Ini pertanyaan penting sekaligus tantangan ke depan,” kata Helmi.
Menempatkan buku dalam tradisi pemikiran NU
Pengamat Sosial dan Politik Fachry Ali menambahkan bahwa buku ini harus diposisikan sebagai bagian dari keberlanjutan tradisi intelektual NU. Ia mengoreksi beberapa istilah yang digunakan dalam buku—misalnya merujuk pada keputusan Muktamar NU 1936 tentang Darul Islam.
“Tradisi pesantren justru menjadi koreksi atas pandangan-pandangan sebelumnya. Pesantren didirikan oleh pribadi-pribadi besar dengan gagasan besar,” ujarnya.
Ia menyinggung perubahan demografi pasca-industrial yang memengaruhi perjalanan NU. “NU kerap gagap membaca politik dan pemilu, meskipun banyak kadernya ada di dalam sistem. Konsolidasi harus terus dibahas agar unsur chaotic di NU dapat direproduksi menjadi energi perubahan,” kata Fahcry.