Nasional

Pemberhentian Ketum PBNU Dinilai Tak Berdasar Hukum, Kelompok Kramat Minta Kemenkum Tidak Sahkan Perubahan Kepengurusan

Rabu, 10 Desember 2025 | 09:45 WIB

Pemberhentian Ketum PBNU Dinilai Tak Berdasar Hukum, Kelompok Kramat Minta Kemenkum Tidak Sahkan Perubahan Kepengurusan

Kantor PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kelompok Kramat menegaskan bahwa pemberhentian Ketua Umum PBNU yang diklaim diputuskan dalam Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki dasar hukum dan karenanya dinyatakan tidak sah. Penegasan tersebut dilayangkan kelompok Kramat kepada Kementerian Hukum (Kemenkum) melalui surat merespons dinamika terkini persoalan di PBNU.


Pernyataan resmi yang ditandatangani Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris PBNU Najib Azca itu menyebutkan bahwa sesuai Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama Pasal 40 ayat (1) huruf e, Ketua Umum dipilih langsung oleh muktamirin dalam Muktamar sehingga berkedudukan sebagai Mandataris Muktamar.


“Sebagai Mandataris Muktamar, Ketua Umum tidak dapat diberhentikan kecuali terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta harus diputuskan melalui Muktamar Luar Biasa sebagaimana diatur dalam ART Pasal 74,” demikian pernyataan yang diterima NU Online, Rabu (10/12/2025).


Kelompok Kramat juga menilai bahwa ketentuan dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 13 Tahun 2025 Pasal 8 mengenai pemberhentian fungsionaris tidak dapat diberlakukan terhadap Ketua Umum karena posisinya sebagai Mandataris Muktamar. Dengan dasar tersebut, keputusan Rapat Harian Syuriyah yang mengklaim pemberhentian Ketua Umum dinilai tidak memiliki landasan hukum yang sah.


Pernyataan itu menambahkan bahwa alasan pemberhentian yang disampaikan pihak Syuriyah hanya berdasarkan dugaan-dugaan yang disebut tidak melalui proses pembuktian yang benar. Sebaliknya, Kelompok Kramat menyatakan terdapat sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Rais Aam terhadap Muqaddimah Qanun Asasi, Khittah Nahdlatul Ulama, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


Kelompok Kramat mengutip Peraturan Perkumpulan Nomor 10 Tahun 2025 Pasal 15 ayat (3) yang menyebutkan bahwa keputusan Rapat Harian Syuriyah hanya mengikat pengurus harian Syuriyah, sehingga Ketua Umum tidak terikat pada keputusan rapat tersebut.


Di tengah dinamika internal itu, para kiai sepuh dan jajaran Musytasyar PBNU disebut tengah melakukan berbagai langkah untuk mendorong proses rekonsiliasi antara pihak-pihak yang berselisih.


“Atas dasar itu, kami dengan hormat memohon kepada Kementerian Hukum Republik Indonesia untuk tidak mengesahkan perubahan apa pun terhadap susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022–2027 hingga dihasilkannya kepengurusan baru melalui Muktamar NU yang sah, kredibel, dan bermartabat berdasarkan ketentuan AD/ART Nahdlatul Ulama,” demikian bunyi pernyataan tersebut.


Daftar Dugaan Pelanggaran oleh Rais Aam Menurut Kelompok Kramat

 

1. Pemutusan Komunikasi dengan Ketua Umum


Fakta:

  1. Rais Aam memutus total komunikasi dengan Ketua Umum selama lebih dari dua bulan (Agustus–November 2025).
  2. Tidak ada itikad baik mencari solusi dan titik temu. Bahkan, terdapat fungsionaris Syuriyah yang disebut berusaha menggagalkan ikhtiar Musytasyar untuk mempertemukan Rais Aam dan Ketua Umum dalam silaturahim di Pondok Pesantren Tebuireng.


Rujukan:

Melanggar Muqaddimah Qanun Asasi (tentang mahabbah, widad, ulfah, dan ittihad) serta Khittah NU 1926 (ukhuwah, ittihad, akhlaqul karimah).


2. Tuduhan tanpa Dasar dan Pelabelan Negatif


Fakta:

  1. Rais Aam menuduh Ketua Umum dengan berbagai tuduhan hanya berdasarkan dokumen laporan audit yang disebut palsu atau dipalsukan.
  2. Rais Aam menyampaikan penjelasan bernuansa fitnah pada Rapat Harian Syuriyah 20 November 2025 di Hotel Aston.
  3. Rais Aam memvonis Ketua Umum bersalah dan meminta Ketua Umum mundur atau diberhentikan tanpa memberikan kesempatan membela diri atau klarifikasi.


Rujukan:

Melanggar Anggaran Dasar Pasal 8 ayat (2) tentang tujuan NU untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan rahmat bagi semesta.


3. Upaya Memperoleh Legitimasi melalui Rapat Harian Syuriyah


Fakta:

Rapat Harian Syuriyah digunakan untuk mencari legitimasi dan memaksakan kehendak memberhentikan Ketua Umum secara tidak sah.


Rujukan:

Melanggar ART Pasal 74 dan Pasal 93 ayat (3), serta Peraturan Perkumpulan Nomor 10 Tahun 2025 Pasal 15 ayat (3).


4. Pelanggaran Administrasi Syuriyah


Fakta:

Pengurus Harian Syuriyah mengeluarkan surat edaran yang hanya ditandatangani oleh Wakil Rais Aam dan Katib.


Rujukan:

Melanggar Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 Pasal 5 ayat (1) huruf i.


5. Klaim Kepemimpinan Tunggal oleh Rais Aam


Fakta:

Dalam konferensi pers di PWNU Jawa Timur pada 29 November 2025, Rais Aam menyatakan bahwa kepemimpinan PBNU berada sepenuhnya di tangan Rais Aam, seakan Rais Aam sekaligus berkedudukan sebagai Ketua Umum.


Rujukan:

Melanggar Peraturan Perkumpulan Nomor 12 Tahun 2025 Pasal 2 ayat (2).


6. Pengundangan Rapat Pleno tanpa Ketua Umum


Fakta:

Rais Aam mengundang Rapat Pleno PBNU tanpa melibatkan Ketua Umum.


Rujukan:

Melanggar ART NU Pasal 58 ayat (2) huruf c dan Pasal 64 ayat (2) huruf c.