Penasihat PDNU: Kemenkes Harus Tata Hulu Layanan Kesehatan
Jumat, 6 Agustus 2021 | 11:00 WIB
Penasihat PDNU dr Edy Suyanto saat berbicara dalam galawicara di TVNU. (Foto: Tangkapan layar YouTube TVNU)
Jakarta, NU Online
Penasihat Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) dr Edy Suyanto mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus menata hulu layanan kesehatan. Jika tidak, maka jebol ke hilir dan mengenai semua, termasuk masjid, pesantren, dan rumah sakit.
Hal tersebut disampaikannya saat mengisi galawicara (live talkshow) yang digelar TVNU melalui Zoom Meeting, dan siaran langsung di Facebook dan YouTube, Kamis (5/7).
“Yang terjadi, hulunya tidak ditata dengan baik oleh Kemenkes, hingga akhirnya jebol ke hilir dan mengenai semua, termasuk masjid, pondok pesantren dan rumah sakit,” tuturnya.
Dokter Edy mengungkapkan, empat program Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan harus dilaksanakan.
“Pertama, promotif atau disebut juga komunikasi. Kedua, preventif (pencegahan). Ketiga, kuratif yang merupakan program dari pihak rumah sakit. Keempat, rehabilitasi tempat-tempat yang kurang layak. Misal, adanya rumah kumuh bisa dijalankan dengan program rumah sehat,” terangnya.
Menurut dokter ahli forensik ini, keempat program tersebut dapat dijalankan dalam menghadapi pandemi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pesantren.
“Kesemuanya harus dijalankan betul dengan melibatkan beberapa kalangan. Mungkin kerja sama dan sinergi itu yang belum dijalankan dengan baik,” tandasnya.
Dokter Edy menambahkan, di dalam undang-undang juga dijelaskan ada beberapa pelayanan kesehatan yakni primer, privat, dan publik. Menurut dia, pelayanan publik masih menjadi masalah.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu menata program promotif dan preventif dengan baik. Secara tidak langsung kuratif dan rehabilitatif akan berjalan baik dengan sendirinya. “Anggaran lebih murah jika hanya promotif dan preventif,” ungkapnya.
Klaster tempat ibadah
Pada kesempatan yang sama, dr Edy mengungkapkan munculnya klaster tempat ibadah adalah dampak dari manusia. “Bukan salah tempat ibadahnya. Akan tetapi, manusianya,” tandasnya.
Ia menambahkan, tempat ibadah adalah sarana berkumpunya orang, sehingga harus dilakukan pengaturan sarana prasarana yang ada agar tidak menjadi klaster penyebaran virus.
“Seperti orang-orangnya memakai masker, mencuci tangan, mengurangi kumpul-kumpul. Bukan berarti tempatnya ditutup atau dihalang-halangi untuk masuk, tapi diatur agar tidak menjadi tempat bertemunya pembawa klaster tersebut,” jelasnya.
Acara bertema ‘Mengantisipasi Penyebaran Covid-19 di Kluster Rumah Ibadah dan Pesantren’ itu juga dihadiri oleh Ketua MUI Pusat KH Cholil Nafis, dan Komisi IX DPR RI, M Nabil Haroen.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori