Pendidik ini Sebut Lato-Lato Bisa Jadi Sarana Pererat Pertemanan Pasca-Pandemi
Senin, 9 Januari 2023 | 19:00 WIB
Pendidik ini Sebut Latto-latto Bisa Jadi Sarana Pererat Pertemanan Pasca-Pademi. (Foto: NU Online/Faizin)
Jakarta, NU Online
Demam lato-lato sedang menjangkiti masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Mainan berbentuk dua bola dengan seutas tali ini yang dibenturkan dan menghasilkan suara khas ini digemari oleh segala usia, dari tua, muda, anak-anak, bahkan sampai dewasa.
Warna-warna yang cantik menarik mata, dan cara memainkannya yang cukup menantang, membuat anak-anak penasaran untuk memiliki dan memainkannya.
Sayangnya, baru-baru ini beberapa sekolah melarang siswanya membawa lato-lato karena dianggap mengganggu konsentrasi belajar dan dikhawatirkan membahayakan sebab bola lato-lato yang bersifat keras.
Berbeda dengan sekolah-sekolah yang melarang siswanya membawa lato-lato, Kepala Sekolah SDN Pamekaran 1, Karawang, Nurimah (59) justru mengatakan, bermain lato-lato bisa dijadikan sarana untuk mempererat hubungan pertemanan dan keakraban bagi para siswanya.
“Selama pandemi anak-anak kebanyakan belajar di rumah minim bertemu dengan teman-temannya. Adanya fenomena lato-lato ini bisa jadi sarana mempererat pertemanan mereka,” katanya, kepada NU Online, Senin (9/1/2023).
Ia juga menyebut, selagi permainan itu tidak digunakan pada jam-jam kegiatan belajar mengajar (KBM) mainan tersebut sah-sah saja dibawa ke sekolah. “Asal gak dimainin pas waktu belajar aja. Ya, daripada main game online di HP,” terangnya.
Meski demikian, ia menjelaskan bahwa sekolahnya tidak secara khusus memperbolehkan dan tidak juga mengeluarkan larangan membawa lato-lato ke sekolah, seperti di sekolah-sekolah di daerah Bandung, Lampung, dan lainnya.
Baca Juga
Meredam Keakuan, Menumbuhkan Kebersamaan
“Larangan atau memperbolehkan secara khusus tidak ada, asal tahu waktu aja,” tegas Nurimah.
Sementara itu, larangan membawa lato-lato ke sekolah ditanggapi oleh Wakil Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, yang menyebut aturan tersebut bukan pilihan yang bijak.
"Dengan melarang lato-lato dibawa ke sekolah, tentu bukan pilihan bijak para guru," kata Jasra dalam keterangannya.
Jasra menilai hal utama dari permainan tersebut adalah mengembalikan dunia bermain dan belajar anak. Dunia bermain dan belajar diharapkan diciptakan di sekolah.
"Karena ada hal yang lebih utama, yaitu mengembalikan anak pada dunia bermain dan belajarnya. Dunia bermain dan belajar inilah yang sebenarnya menjadi harapan para orang tua dengan hadirnya sekolah," tuturnya.
Menurutnya anak sering kali mengalami hambatan dalam belajar, lantaran adanya kesalahan dalam pola pembelajaran. Namun dengan munculnya lato-lato ia menilai hal ini membuktikan tingginya minat belajar anak melalui permainan.
"Seringkali hambatan anak dalam memahami belajar, bukan soal nilai, tetapi sejak awal salah memilih cara masuk ke anak melalui media bermain dan belajar. Lato-lato membuktikan minat belajar anak sangat tinggi melalui permainan ini. Ini yang benar benar harus dimanfaatkan secara baik,” ucapnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin