Pengamat Minta Pemerintah Hitung Secara Cermat soal Pemangkasan Anggaran Pendidikan
Jumat, 14 Februari 2025 | 12:00 WIB

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. Anak-anak sekolah dasar sedang menyantap menu Makan Bergizi Gratis, salah satu program prioritas era Prabowo-Gibran. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pemangkasan anggaran pendidikan yang dilakukan pemerintah di sektor pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, terus menuai perhatian.
Setelah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengalami pemangkasan anggaran sebesar sekitar Rp8 triliun, kini giliran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) yang anggarannya dipotong hingga Rp14 triliun.
Pemangkasan anggaran ini merupakan dampak dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharuskan efisiensi belanja APBN 2025 senilai Rp306,7 triliun.
Menanggapi hal ini, Pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Zuhdi meminta pemerintah untuk menghitung secara cermat kebutuhan pendidikan nasional dan melakukan kajian mendalam terkait efisiensi anggaran.
“Memang diperlukan kajian prioritas pembangunan nasional dengan mengedepankan kepentingan pendidikan atau pengembangan SDM,” kata Zuhdi kepada NU Online, Kamis (13/2/2025).
Zuhdi mengungkapkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dalam sektor pendidikan bisa menjadi solusi efisiensi yang efektif. Penggunaan kelas daring yang lebih optimal dan pengurangan penggunaan alat tulis kantor (ATK), menurutnya, bisa membantu mengurangi pengeluaran dan tetap menjaga kualitas pendidikan.
“Tetapi, tentu saja harus dengan tetap memperhatikan kualitas,” jelasnya.
Dampak pemangkasan anggaran riset
Zuhdi mengungkapkan, pengurangan anggaran riset akan berdampak pada menurunnya produktivitas hasil penelitian, baik berupa produk, maupun publikasi.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam hal pendidikan tinggi dan riset, Indonesia masih tertinggal dari negara lain dalam aspek pendanaan dan publikasi yang berkualitas. Karena itu, pemerintah perlu terus mengupayakan pengembangan pendidikan tinggi dan penelitian.
“Hemat saya, negara perlu menghitung betul kebutuhan pendidikan nasional secara rill, dan melakukan kajian efisiensi dengan memanfaatkan teknologi dan IT sehingga bisa memiliki anggaran pendidikan yang komprehensif dan terukur,” jelasnya.
Sinergi antarinstitusi
Zuhdi mengingatkan pentingnya sinergi antarinstitusi dalam pengelolaan anggaran pendidikan, mengingat anggaran pendidikan nasional tersebar di berbagai instansi, tidak hanya di Kemendikdasmen.
Karena itu, perlu ada sinergi antarinstitusi untuk menghindari tumpang tindih dan inefisiensi dalam pengelolaan anggaran.
Anggaran pendidikan nasional tidak sepenuhnya berada di Kemendikdasmen untuk pendidikan dasar dan menengah sebagian berada di Kementerian Agama dan sebagain besar ada di pemerintah daerah.
Ia mengatakan bahwa untuk mengetahui secara pasti pengaruh pemangkasan anggaran, tentu harus melihat proses dari program yang berjalan dan kegiatan yang berlangsung dengan anggaran yang dikurangi. Artinya perlu dilihat, aspek-aspek anggaran apa yang dikurangi oleh pemerintah sebagai akibat dari efisiensi anggaran.
“Bisa aja dia berdampak langsung, bisa juga tidak. Tentu tergantung bagaimana pengelola anggaran pendidikan memanage efisiensi tersebut,” tandas Zuhdi.
5 dampak pemangkasan anggaran pendidikan
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkap lima dampak yang diakibatkan oleh adanya pemangkasan anggaran pendidikan.
1. Ancaman penurunan kualitas pendidikan
Ubaid mengatakan bahwa anggaran yang terbatas akan berdampak pada kualitas guru yang rendah, fasilitas pendidikan yang buruk dan sangat kurang, serta akses pada sumber belajar yang sangat terbatas.
"Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas pendidikan secara keseluruhan," kata Ubaid.
2. Bertambahnya angka putus sekolah
Ubaid menuturkan bahwa ada banyak siswa, terutama dari keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya, yang bergantung pada bantuan pemerintah untuk biaya pendidikan, seperti program PIP dan beasiswa.
"Pengurangan anggaran dapat menyebabkan mereka putus sekolah karena tidak mampu lagi membayar biaya Pendidikan," tuturnya.
3. Sulitnya akses pendidikan di daerah.
Menurut Ubaid, jumlah sekolah di kota saja masih sangat terbatas, apalagi di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan.
Di kota, daya tampung sekolah negeri sangat minim, apalagi di daerah, wujud fasilitas gedung sekolah saja banyak yang tidak punya. Apalagi untuk jenjang sekolah menengah yang sangat susah diakses di daerah.
4. Pemecatan guru honorer secara massal
Ubaid mengatakan bahwa kebijakan pemecatan guru honorer pernah terjadi pada 2024. Ribuan guru honorer telah terdampak sehingga mereka diputus kerja secara sepihak.
"Jika anggaran pendidikan 2025 tambak cekak karena adanya pemangkasan, maka guru honorer ini rentan untuk dipecat karena status dan kekuatan hukum mereka sangatlah lemah," kata Ubaid.
5. Meningkatnya ketimpangan pendidikan
Menurut Ubaid, anak-anak dari keluarga kaya akan memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga miskin. Hal ini akan semakin memperlebar kesenjangan pendidikan di Indonesia.
"Apalagi, daya tampung sekolah sekolah negeri sangat minim. Jadi, mau tidak mau, harus masuk sekolah swasta yang berbayar mahal," pungkas Ubaid.