Daerah

Eko Hadi Wibowo, Sosok di Balik Segudang Prestasi Siswa-Siswi SLB Negeri Lasem

Ahad, 24 November 2024 | 20:00 WIB

Eko Hadi Wibowo, Sosok di Balik Segudang Prestasi Siswa-Siswi SLB Negeri Lasem

Eko Hadi Wibowo saat mendampingi dua siswinya belajar di ruang kelas, Oktober 2023. (Foto: dok. pribadi)

Rembang, NU Online

Menjadi guru adalah cita-cita mulia yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh Eko Hadi Wibowo. Namun seiring berjalannya waktu, hasrat untuk berprofesi sebagai guru memuncak ketika ia melihat sosok sang kakek yang sangat memotivasinya untuk menjadi guru. Karena melihat ketulusan dan dedikasi itu, Hadi mantap untuk berprofesi sebagai guru di bidang seni.


Eko Hadi Wibowo lahir di Desa Kebonagung, Kecamatan Sulang, Rembang, Jawa Tengah. Ia merupakan Sarjana Seni dari Universitas Negeri Semarang (Unnes). Hadi memilih menjadi guru seni karena saat ia masih duduk di bangku sekolah, sang guru dinilai tidak bisa memahami karakter masing-masing siswa.


“Waktu saya masih di bangku sekolah, guru jarang melihat potensi anak-anak seusia saya sekolah yang dikelompokkan berdasarkan kemampuannya. Padahal banyak anak didik yang mempunyai keterampilan melukis, menyanyi, tapi tak diperhatikan potensinya oleh guru. Itu alasan saya memilih untuk berprofesi menjadi guru,” kata Hadi, kepada NU Online, Ahad (24/11/2024).


Selain itu, Hadi melihat kuantitas guru seni masih sangat minim, sehingga ia merasa tergugah untuk turun tangan mengatasi kekurangan guru di bidang seni itu.


Siapa saja yang jiwanya terpaut dengan seni, kata Hadi, maka hidupnya akan berwarna karena selalu bisa menemukan ide atau gagasan baru. Baginya, seni adalah cara seseorang mengolah jiwa menjadi lebih baik, dan seorang guru harus mempunyai jiwa seni.


Awal mula menjadi guru

Karier Hadi menjadi guru dimulai pada 2015. Ia pertama kali mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Umar Fatah Rembang dengan mata pelajaran seni rupa.


“Awal karier saya mendidik peserta didik bisa menjuarai batik tingkat Jawa Tengah. Di situ satu-satunya, Kabupaten Rembang, yang mewakili batik di Jawa Tengah,” jawab Hadi.


Setelah itu, Hadi berpindah dari SMK Umar Fatah Rembang ke SMKN 1 Rembang selama 5 tahun. Di tempat yang baru ini, Hadi kembali menorehkan sejarah dengan prestasi baru yang sebelumnya tak pernah didapat.


“Sama seperti di SMK Umar Fatah. Dulu sama sekali SMK ini tidak pernah mendapat juara. Tetapi, saat saya mengajar di situ, Alhamdulillah mendapatkan juara 1 membuat batik. Salah satu sekolah teknik yang memperoleh juara 1 di bidang seni,” jelas Hadi.


Hadi juga pernah mengajar di SMK Cendekia Lasem pada 2017-2019. Ia kembali menjadi guru seni dan merasa tertantang untuk mendongkrak prestasi siswa di bidang seni rupa.


“Dari dahulu, SMK Cendekia belum bisa mengalahkan sekolah-sekolah lain seperti SMAN 1 Lasem maupun MAN 2 Rembang, akan tetapi saat saya berkontribusi di sana, sekolah tersebut mendapatkan juara 2 batik tingkat provinsi,” imbuhnya.

 
Logo Hari Guru Nasional 2024. (Foto: Kemendikdasmen) 


Atas permintaan dinas, Hadi kemudian pindah mengajar. Ia harus bertugas sebagai guru seni di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lasem. Kala itu, SLB Negeri Lasem sangat kekurangan guru seni sehingga Hadi merasa tertantang untuk mengabdi di sana.


Hadi mengajar di SLB Negeri Lasem sekitar hampir tiga tahun. Suasana menjadi sangat berbeda ketika ia mengampu mata pelajaran di sana. Sebab, SLB Negeri Lasem memang menerapkan 70 persen praktik dan 30 persen teori dasar ilmu umum.


“Kalau di sekolah ini, anak-anak lebih banyak mendapatkan pelajaran keterampilan, terutama kriya atau kerajinan tangan,” sahutnya.


Selain melatih anak membuat kerajinan seni, Hadi juga mengajarkan teknik-teknik membuat aksesoris, latihan menari, dan peragaan busana.


Berbagai pengalaman yang telah dilaluinya itu tak sedikitpun Hadi merasa ada hambatan dalam mengajar. Sebab baginya, mengajar berarti memberikan kekuatan tersendiri untuk dirinya.


“Saya rasa mengajar itu ada kekuatan tersendiri. Membimbing anak kalau belum bisa dapat juara satu, ya minimal anak itu berprestasi, saya sudah sangat senang,” jelas Hadi.


Prestasi-prestasi

Selama menjadi guru di SLB Negeri Lasem, Hadi mendampingi anak-anak didiknya untuk memperoleh berbagai prestasi. 

 

Berkat kegigihan Hadi, SLB Negeri Lasem berulang kali mendapatkan juara. Di antaranya Juara 2 Lomba Karnaval dalam rangka Hari Jadi Ke-1141 Kota Lasem pada 2023. 


SLB Negeri Lasem juga memborong 5 piala cabang yang terdiri dari Juara 1 Lomba Tata Rias, Juara 2 Kriya Kayu, Juara 3 Kreasi Barang Bekas, Juara 3 Merangkai Bunga di tahun 2024, Juara 1 Lomba Fashion Show (peragaan buasana) dalam Ajang Kreasi dan Apresiasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (AKA-PDBK) Tingkat Nasional Tahun 2024.


Selain itu, SLB Negeri Lasem mendapat Juara Harapan 2 Lomba Mendongeng saat Festival Literasi Komunitas di Rembang pada Oktober 2024. Mereka juga memperoleh Juara Favorit Fashion Show dan Juara 2 Melukis Pot dalam perlombaan yang diselenggarakan PLTU Rembang pada 2024.

 
Ilustrasi. Siswa-siswi SLB Negeri Lasem sedang melaksanakan upacara bendera hari Senin. (Foto: instagram @slbnlasem) 


Lalu, SLB Negeri Lasem mendapat Juara 3 Pertandingan Catur Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) PDBK Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024.


“Saya pastikan peserta didik selalu terlibat di kompetisi apa pun. Seperti festival literasi komunitas, lomba mendongeng yang ada di Desa Cabean (Lasem) misalnya, dan terbukti mendapatkan juara 3. Yang terpenting SLB ini tidak dipandang masyarakat sebelah mata. Karena anak disabilitas itu setara di mata Tuhan,” sambungnya.


Segudang prestasi siswa-siswi SLB Negeri Lasem itu dapat diraih juga karena ada dukungan pemenuhan fasilitas dari pihak sekolah. Berbagai fasilitas yang diberikan kepada siswa-siswi ini sangat membantu.


"Sarana prasarana tersebut di antaranya alat kriya, alat-alat lukis, dan lain sebagainya. Yang terbaru ada kompresor. Alat itu dibelikan oleh kepala sekolah, ada enam alat yang sangat multifungsi,” jelas Hadi.


Tantangan-tantangan

Salah satu tantangan yang harus dihadapi Hadi saat mengajar adalah keterbatasan komunikasi. Ia kemudian menyiasatinya dengan cara demonstrasi atau menunjukkan sebuah alat.


"Karena saya saya bukan lulusan pendidikan luar biasa, jadi saya berkomunikasi dengan anak-anak dengan cara menunjukkan alat, kalau bahasa isyarat saya belum bisa menguasai,” ucapnya.

 
Eko Hadi Wibowo saat menemani siswanya, Bram Handoyo melukis di acara Hysteria Semarang di Rembang, Juni 2024. (Foto: dok. pribadi)


Meski kesulitan berkomunikasi, Hadi telah mampu menciptakan inovasi baru dengan melatih anak didiknya membuat kerajinan, asesoris, gantungan baju, dan tempat penyangga gawai dari kayu.


"Lambat laun anak-anak mulai mengerti dan dapat membuat kerajinan dengan sangat baik. Kemarin, saat ada acara ulang tahun RSUD Soetrasno karya anak-anak habis terjual. Uangnya sebagian untuk murid, sebagian disalurkan ke sekolah,” kata Hadi.


Menurut Hadi, seni sangat penting bagi anak didiknya karena mampu mengontrol jiwa. Ia berpandangan bahwa seorang yang pintar tetapi tidak punya jiwa seni maka akan berakibat fatal.


Momen paling berkesan

Hadi bercerita terkait momen paling berkesan selama ia menjadi guru, yakni saat melihat anak didiknya bisa berprestasi.


Ia punya tujuan utama, yaitu mencetak anak-anak disabilitas dapat berprestasi sesuai bakat masing-masing. Sebab pendidikan sekolah, bagi Hadi, tak hanya akan membuat anak menjadi pintar tetapi juga melatih anak untuk mandiri dan terampil.


Hadi menegaskan bahwa mengajar adalah upaya melatih diri agar selalu ikhlas, apalagi jika anak didiknya selalu berprestasi. Kendati begitu, ia tidak mengandalkan profesi guru sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


“Mengajar memang utama, tapi berdagang menjadi solusi untuk saya mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dengan membuka jasa bimbingan belajar di rumah dan menjual hasil kerajinan tangan,” katanya.


“Kalau seperti ini jadi tidak terbebani. Kita harus mengajar dengan sungguh-sungguh. Untuk kebutuhan lain, bisa cari di luar sekolah,” sambungnya.


Hadi berpesan kepada seluruh guru di Indonesia agar mampu mendidik siswa-siswinya tanpa ada niatan memperkaya diri di ranah pendidikan.


“Jangan memperkaya diri melalui jalur pendidikan. Fokus mendidik anak-anak, insyaallah rezeki datang dengan cara apa saja asal mau bekerja keras,” tegasnya.


Hadi juga enggan mengikuti perlombaan apa pun untuk dirinya sendiri. Sebab ia sudah merasa puas ketika berhasil mengantarkan anak didiknya meraih banyak prestasi di bidang seni.


“Saya tidak ingin bersaing dengan guru lain. Karena menurut saya tidak perlu bersaing menunjukkan seberapa pintar seorang guru. Berbeda lagi kalau karya. Saya sering membuat buku,” sahutnya.


Pegiat literasi

Hadi juga merupakan pegiat literasi yang tergabung dalam Komunitas Literasi se-Indonesia.


Terdapat empat buku yang ia terbitkan sejak 2023 hingga 2024. Pertama, Hidup Bersama Kaum Difabel. Kedua, Keluargaku Bahagia Sejahtera Selamanya. Ketiga, Katakan dengan Karmina. Keempat, Ibuku Surgaku.


Membuat batik dengan cara kreatif

Dalam upaya menghasilkan sebuah karya, Hadi berpartisipasi penuh untuk melatih peserta didik membuat kerajinan batik ciprat dan cap yang beraneka motif, ada bunga sekar jagad, kupu, dan capung.


“Capaian ini akan dijadikan seragam sekolah dan dapat dijadikan sebagai rumah produksi batik karya SLB Negeri Lasem,” imbuhnya.

 
Eko Hadi Wibowo saat proses membuat batik ciprat di atas kain merah, 22 November 2024. (Foto: dok. pribadi)


Berkat kerja keras dan kerja cerdas yang dikerahkan Hadi kepada para muridnya, ia berharap SLB Negeri Lasem dapat berkiprah di dunia global.


“Saya ingin mengantarkan murid SLB Negeri Lasem go international karena saya berkeinginan semua murid saya bisa ikut dan meraih juara di kancah internasional," pungkasnya.