Penjelasan Gus Baha tentang Menjaga Lisan sebagai Amalan Paling Disukai Allah
Rabu, 14 September 2022 | 19:45 WIB
Jakarta, NU Online
Peribahasa “Mulutmu harimaumu” tidak terdengar asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Peribahasa ini menggambarkan bagaimana mulut seseorang sangat berpotensi memicu persoalan, masalah, yang disebabkan oleh lisan tersebut.
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nur Salim menjelaskan bahwa Rasulullah saw telah jauh hari memberikan rambu-rambu tentang bagaimana seseorang mengatur dan menggunakan lisannya. Salah satunya dalam sebuah sabdanya Rasulullah saw:
أحب الأعمال إلى الله حفظ اللسان
“Amal yang paling disukai Allah adalah menjaga lisan,” kata kiai yang karib disapa Gus Baha dalam tayangan ‘Gus Baha: Diam Itu Selamat?!’, dilihat NU Online, Rabu (14/9/2022).
Gus Baha melanjutkan bahwa dalam hadits tersebut, alih-alih menggunakan kata “diam”, nabi menggunakan redaksi “menjaga lisan”. Ia melihat bahwa sabda tersebut lebih menekankan kepada bagaimana seseorang mampu memanfaatkan dan menggunakan lisannya dengan bijak.
“Jadi, nabi tidak mengatakan diam, sebenarnya,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Lembaga Pendidikan Pengembang Ilmu Al-Qur’an (LP3IA) Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah tersebut.
Pemaknaan tersebut, menurut Gus Baha, dilihatnya sebagai dorongan kepada umat Nabi untuk berani menyampaikan kebenaran sekaligus melakukan resistensi terhadap kedzhaliman yang terjadi di muka bumi.
“Sementara (jika) yang saleh-saleh dengan alasan ‘diam itu selamat’ lalu mereka diam, itu malah kita berdosa. Yakin berdosa. Tidak akan kamu jadi wali. Kamu akan jadi setan yang bisu, karena akhirnya tidak bicara kebenaran,” jabar Gus Baha.
Lebih lanjut, Gus Baha mengatakan penggunaan lisan dengan bijak, justru akan mengisi ruang kehidupan dengan perkara yang benar. Mencontohkan kepada sesama untuk selalu berjalan di koridor kehidupan yang diridhoi Allah.
“Kayak apa bahayanya kalau orang bathil mempromosikan kebathilannya, sedangkan yang haq (benar) diam saja,” kata santri kinasih Almaghfurlah KH Maimoen Zubair itu.
“Dan Allah sudah mempertontonkan kita lewat hukum fisika. Misalnya, gelas kamu isi batu lalu diisi air. Ruang jatahnya batu tentu tidak akan terisi air karena sudah ditempati oleh batu. Sama halnya kalau kebaikan sudah mengisi satu ruang, maka ini tidak bisa digusur oleh kebathilan,” pungkasnya.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin