Jakarta, NU Online
Sebuah pemandangan yang lazim ketika sebuah bangsa menghormati tokoh pejuang dan para pahlawan yang telah wafat karena jasa-jasanya yang luar biasa bagi orang banyak.
Begitu juga pemandangan umat Islam ketika melakukan ziarah kepada tokoh-tokoh ulama dengan sifat mulianya dan mempunyai keistimewaan di sisi Allah SWT sehingga dijadikan perantara (washilah) dalam memanjatkan doa.
Terkait hal ini, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menegaskan, bangsa yang tidak menghargai pendahulunya adalah bangsa yang congkak.
“Nabi Muhammad SAW memerintahkan ziarah kubur, ada perintah tawasul pula,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Senin (30/4) lewat akun twitter pribadinya @KHMLuqman.
Penulis buku Jalan Hakikat ini mengungkapkan, silalturahim itu bukan hanya di dunia, tetapi juga di alam kubur hingga di akhirat. “Mereka yang tidak paham saja yang suka melarang,” tutur Kiai Luqman.
Ketika ditanya terkait bertawasul meminta keselamatan, Direktur Sufi Center Jakarta ini mengumpamakan bahwa orang lapar tawasulnya makan. Begitu juga dengan haus tawasulnya minum air.
“Kenapa harus bekerja untuk dapat rezeki? Padahal Sang Pemberi Rezeki itu bukan pekerjaan. Artinya, pekerjaan itu tawasul. Jadi yang nolak tawasul itu kelihatannya sudah hidup di alam lain,” tutur Kiai Luqman.
Ia mengutip sebuah ayat yang berbunyi, “Ya ayyuhalladzina amanu taqullaha wabtaghu ilaihil washilah” (Hai orang-orang beriman, takwalah kepada Allah dan raihlah washilah).
“Tawasul dengan amal baik, tawasul dengan orang-orang shaleh yang hidup maupun yang wafat, tawasul dengan hadharat (ilaa hadhroti), mohon kepada Allah,” ucap Kiai Luqman menerangkan. (Fathoni)