Penjelasan soal Normal Baru Tetap Harus Gunakan Protokol Kesehatan
Jumat, 5 Juni 2020 | 04:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan kenormalan baru (new normal) untuk pemulihan ekonomi masyarakat. Kebijakan tersebut harus menggunakan protokol kesehatan.
Ketua Harian PBNU, Robikin Emhas mengatakan protokol kesehatan harus dipahami sebagai bagian dari ikhtiar lahir untuk menjaga kesehatan dan keselamatan. Hal itu adalah sesuatu yang juga merupakan perintah agama.
"The new normal harusnya tidak dipahami hanya sebatas berjalannya kehidupan yang aman dari Covid-19 dan masyarakatnya produktif secara ekonomi. Lebih dari itu adalah bekerjanya sistem kehidupan yang didasarkan nilai-nilai humatistik dan standar etik universal di segala bidang," kata Robikin Emhas, Kamis (4/6).
Karena itu, prinsip kesetaraan, keadilan dan penghargaan harkat martabat kemanusiaan harus menjadi basis pengambilan keputusan. "Dalam upaya melakukan pencegahan penularan dan mengatasi Covid-19, prinsip-prinsip di atas musti menjadi basis pengambilan kebijakan," kata Robikin.
Menurutnya, dengan tetap memerhatikan kondisi aktual pandemi di daerah masing-masing, secara epidemologi, the new normal memungkinkan diterapkan tidak saja untuk bidang ekonomi. Bidang-bidang yang lain juga harus mendapat perlakuan sama (equal treatment), termasuk di bidang kegamaan semisal fungsionalisai tempat peribadatan.
"Tentu saja semua tetap harus dengan protokol kesehatan yang memadai. Demikian halnya terkait proses normalisasi the new normal. Kalau di bidang ekonomi, katakan saja di pasar, mall, plasa, industri dan sejenisnya tidak diperlukan prosedur birokrasi yang berbelit dengan pengajuan izin, maka seharusnya demikian juga untuk tempat ibadah. Jangan ada kesan diskriminatif dan perlakukan yang tidak setara," tegasnya.
Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran terkait Penggunaan Tempat Ibadah Aman dan Produktif di Masa Covid-19. Dalam Surat Edaran tersebut, Menag tidak membenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif di daerah berstatus Zona Merah dan Zona Kuning yang masih terdapat kasus penularan Covid-19.
"Meskipun daerah berstatus Zona Kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/kolektif," tulis Surat Edaran Nomor SE 15 Tahun 2020.
Pada poin kedua Surat Edaran tersebut disebutkan, Pengurus rumah ibadah mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan/lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19 secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/Kabupaten/Kota/Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad