Pentingnya Bersikap Kritis terhadap Propaganda Kelompok Teror
Sabtu, 19 Oktober 2019 | 12:30 WIB
Jakarta, NU Online
Sikap Kritis terhadap sebuah informasi dipercaya dapat menghidarkan masyarakat dari jebakan informasi yang salah, dan pada akhirnya terhindar dari propaganda yang terkandung dalam sebuah informasi. Seseorang yang bersikap kritis dipercaya akan menganalisa sebuah informasi yang didapatkan dengan baik, dan akan secara objektif menentukan sikap yang harus diambil dari informasi tersebut.
Bersikap kritis, pada tahap selanjutnya dapat menghindarkan diri dari paparan garakan terorisme yang pada umumnya mengandalkan propaganda melalui informasi yang keliru (hoaks), informasi salah kaprah (misinformasi) dan ujaran kebencian (hate speech).
Selain itu, pada dasarnya, bersikap kritis adalah perintah yang tertulis di dalam Al-Qur’an, sebagaimana tertuang dalam surat Al-Hujurat ayat 6 yang bermakna: Apabila datang kepadamu seseorang yang fasiq dengan membawa sebuah informasi maka lakukanlah tabayyun (verifikasi).
Pentingnya upaya verifikasi atau tabayyun ini juga disampaikan oleh Pengamat Intelijen dan Terorisme, Dr. Wawan Hari Purwanto. “Sikap kritis perlu ditumbuhkan agar masyarakat tidak menelan mentah informasi perlu tabayyun dulu. Karena sikap taklid tanpa cross-check bisa membuat mereka percaya membabi buta,” ujar Wawan di Jakarta, Sabtu (19/10).
Upaya berpikir kritis ini, lanjutnya merupakan proses panjang yang perlu untuk terus diingatkan pada masyarakat. Harapannya, masyarakat bisa melakukan deteksi dini terhadap tumbuhnya misinformasi yang kelak akan menjadi bibit paham intoleransi dan radikalisme di tengah-tengah masyarakat.
Ia juga mengatakan bahwa, upaya meningkatkan cara berpikir kritis di dalam masyarakat adalah langkah dini untuk mencegah hal yang lebih membahayakan seperti aksi terorisme. Namaun demikian, upaya ini tidak bisa dilakukan secara parsial atau reaktif. Sebaliknya, pembangunan cara berpikir kritis ini membutuhkan upaya serius melalui kebijakan yang menyeluruh.
Wawan menyontohkan, perilaku terorisme seperti penyerangan terhadap Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto yang dilakukan seorang terduga teroris di Pandeglang, Banten merupakan akumulasi dari keterpaparan terhadap paham radikalisme kekerasan yang telah mendarah daging. Keterpaparan semacam itu seharusnya bisa diantisipasi lebih jauh dengan meletakkan kebiasaan berpikir yang kritis terhadap ajaran yang dipropagandakan kelompok teror pada sasarannya.
Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam hal ini adalah membangun kepercayaan pada masyarakat melalui kedekatan antara pemerintah dan warga. Pemerintah, katanya, perlu melakukan komunikasi dengan masyarakat dengan memperbanyak kegiatan bersama yang bertujuan untuk membangun kesadaran publik akan bahaya paham radikal terorisme tersebut.
“Pemerintah harus dekat dengan rakyat, termasuk pemerintah daerah. Harus ada program kerja yang menyentuh kekosongan baik kekosongan isi kepala, isi hati dan isi perut secara linier dapat diupayakan secara simultan. Jangan sampai mereka beranggapan bahwa mereka didekati hanya saat diperlukan saja,” tuturnya.
Hal ini sejalan dengan rekomendasi hasil Survei Wahid Foundation (WF) tahun 2018 tentang “Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia”. Dalam rekomendasinya, WF menekankan sejumlah rekomendasi, yakni:
Untuk kategori pemerintah: WF menekankan pentingnya penguatan koordinasi antara kementerian dan lembaga dalam menangani masalah sosial keagamaan. Selain itu, diperlukan peningkatan efektifitas program pencegahan dan deradikalisasi, serta penguatan kerjasama dengan masyarakat sipil.
Dalam kategori organisai masyarakat sipil, WF menyebut perlunya sinergisitas antara organisasi keagamaan yang moderat, peningkatan efektivitas narasi postitif dan konternarasi, dan penanganan pada medium penyebaran pesan radikalisme.
WF juga menekankan pentingnya keterlibatan dunia usaha terhadap masalah sosial-keagamaan, terutama dalam upaya mempromosikan toleransi dan pencegahan atas tersebarnya paham intoleransi dan radikalisme.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Aryudi AR