Pentingnya Membaca Basmalah untuk Ciptakan Profesionalitas Kerja
Jumat, 4 Juni 2021 | 06:15 WIB
Ilustrasi: Fungsi pertama dari bacaan basmalah yang disunnahkan untuk mengawali pekerjaan itu sebagai li tasyhid atau persaksian. Artinya, memberikan kesaksian di dalam diri bahwa Allah Maha Kasih dan Penyayang.
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Nihadlul Qulub, Moga, Pemalang, Jawa Tengah Ustadz Ali Sobirin memberikan penjelasan mengenai pentingnya bacaan basmalah atau bismillahirrahmanirrahim untuk menciptakan profesionalitas kerja di bidang atau profesi apa pun. Karena itu, umat Islam disunnahkan untuk senantiasa membaca basmalah dalam mengawali pekerjaan.
"Ibnu Katsir menyampaikan, kullu amrin laa yubda’u bi bismillahirrahmanirrahim fa huwa ajdam. Setiap perkara yang tidak dimulai dengan kalimat basmalah maka akan terputus. Jadi ini menunjukkan betapa pentingnya umat Islam untuk selalu mengawali segala aktivitas dengan membaca bismillahirrahmanirrahim," terangnya dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) bertema Taqwa dan Profesionalitas Kerja, pada Kamis (3/6).
Dijelaskan, fungsi pertama dari bacaan basmalah yang disunnahkan untuk mengawali pekerjaan itu sebagai li tasyhid atau persaksian. Artinya, memberikan kesaksian di dalam diri bahwa Allah Maha Kasih dan Penyayang. Kemudian persaksian itu akan melingkupi pekerjaan yang dilakukan sebagai wujud dari kasih sayang Allah.
"Fungsi kedua bismillahirrahmanirrahim adalah littahqiq (pembuktian) yaitu untuk membuktikan sekaligus menunjukkan pada dunia luar bahwa kita bergerak dan melangkah berdasarkan rahman dan rahim yang ada di diri kita. Lalu membuktikan ke alam nyata bahwa langkah kita sudah sejalan dengan kasih dan sayang Allah," jelas Ustadz Also, sapaan khasnya.
Menurutnya, berbagai pekerjaan yang dilakukan haruslah berdasarkan rasa cinta jika diawali dengan ucapan kalimat basmalah. Ketika bismillahirrahmanirrahim itu diucapkan maka setiap langkah akan terpancar sifat kasih dan sayang Allah.
"Jadi, bismillahirrahmanirrahim kita ucapkan untuk menguatkan diri kita agar senantiasa berakhlak dengan akhlak Allah. Utamanya adalah akhlak Allah yang tanpa batas sekat dan batas," tutur Wakil Sekretaris Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa ciri orang bertakwa salah satunya adalah mimma razaqnahum yunfiqun (menafkahkan sebagian rezeki). Hal ini juga berarti bahwa seorang yang bertakwa dituntut untuk menafkahkan sebagian potensi yang sudah dikaruniakan oleh Allah.
"Itu tidak akan bisa berjalan dengan baik kalau di dalam diri kita masih ada sekat, batas, dan masih tertumpuk ego. Mimma razaqnahum yunfiqun adalah satu perintah yang sangat luar biasa untuk kita berbuat karena Allah dan tidak ada urusan dengan orang lain," terangnya.
Sebagai contoh, seseorang memberi sebagian rezekinya bukan karena ada pihak lain yang membutuhkan tetapi lantaran memang memiliki rezeki dan punya kewajiban untuk menafkahkannya.
"Pihak di luar sana membutuhkan atau tidak, itu bukan urusan kita. Tugas kita adalah memberikan yang terbaik dari yang kita bisa, memberikan yang paling unggul yang kita mampu. Karena itu semua adalah rezeki yang telah dikaruniakan kepada kita," kata penulis buku Teknologi Ruh ini.
Dengan demikian, seseorang memiliki kewajiban intrinsik untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah dengan cara menghadirkan rahmat dan kasih sayang di mana pun posisi dan profesi yang sedang diemban.
"Tentu saja wujudnya adalah dengan memberikan sesuai yang anda bisa, sesuai potensi yang anda mampu di posisi anda dan dengan keterampilan yang anda punya," pungkasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan