Nasional

Perkara Penodaan Agama, Beri Kesempatan Hakim Wujudkan Keadilan

Kamis, 1 Desember 2016 | 14:48 WIB

Perkara Penodaan Agama, Beri Kesempatan Hakim Wujudkan Keadilan

ilustrasi, ist

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Robikin Emhas meminta masyarakat dan seluruh pihak yang ada untuk memberi kesempatan kepada para hakim yang akan menyidangkan perkara kasus penodaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk membuktikan dirinya selaku wakil Tuhan di dalam penegakan hukum di bumi Nusantara.

Robikin menjelaskan, setelah amandemen UUD 1945, Indonesia bukan hanya rechtstaats (negara hukum). Tapi negara hukum yang demokratis (democratiche rechtsstaats) atau negara demokrasi berdasarkan hukum (constitutional democrazy).

Diantara prinsip pokok negara hukum adalah equaliy before the law. Yakni adanya pengakuan dekralatif normatif dan perlakuan empirik bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

Ia menjelaskan. secara profesional Polri bergerak cepat. Hanya butuh waktu 14 hari Penyidik merampungkan penyidikan sejak hasil gelar perkara tanggal 15 November 2016 diumumkan ke publik. Persis sesuai janji pemerintah tatkala menerima delegasi demonstran di Istana Negara tanggal 14 Oktober 2016.

Setelah mampir 2 jam di Kejaksaan, hari ini perkara dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Suatu proses yang boleh dibilang cepat sesuai janji pemerintah.

“Kini penuntasan penanganan perkaranya ada di tangan lembaga yudikatif,” ujarnya. 

Ditegaskannya, sesuai prinsip independent and imparsial judiciary (peradilan yang bebas dan tidak memihak), hakim yang memeriksa dan mengadili dugaan penodaan agama ini harus mandiri dan bebas dari campur tangan pihak manapun.

“Itu artinya proses peradilan yang akan berlangsung tidak boleh dipengaruhi, apalagi diintervensi, oleh kepentingan siapa pun dan apapun, baik kepentingan kekuasaan, kapital maupun kekuatan massa,” paparnya. 

Kebebasan dan kemandirian hakim tersebut dimaksudkan untuk satu tujuan. Yakni agar hakim dapat menemukan kebenaran dan keadilan hukum. Suatu keadilan berdasar hukum yang berlaku, sesuai derap nafas hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). Red: Mukafi Niam


Terkait