Jakarta, NU Online
Perkembangan dunia digital yang begitu cepat menuntut berbagai perubahan, tak terkecuali dalam soal perkuliahan. Beberapa kampus mulai membuka kelas daring (online) dengan menggunakan sejumlah platform digital.
Mengingat hal tersebut, dalam forum Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Inayatillah mengusulkan agar Kementerian Agama membuka kelas lintas jurusan, fakultas, bahkan lintas kampus.
Menanggapi usulan tersebut, Mamat S Burhanuddin, Kepala Subdirektorat Pengembangan Akademik Direktorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), mengaku mendukung inovasi pembelajaran di wilayah PTKI tersebut.
"Saya kira itu bagian dari terobosan inovasi proses pembelajaran memanfaatkan teknologi informatika dan terobosan-terobosan itu dari Kementerian Agama kita sangat mendukung," katanya saat ditemui pada penutupan AICIS 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Kamis (3/10).
Meskipun demikian, terobosan-terobosan atau inovasi-inovasi tersebut masih belum mendapatkan dukungan regulasi. Tetapi, Mamat menegaskan bahwa regulasi itu akan terus mengikuti perkembangan dari tuntutan setiap kampus.
"Jadi, kita biarkan terlebih dahulu inovasi itu bergerak. Nanti setelah massif, kita akan carikan regulasinya," kata alumnus Pondok Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat itu.
Lebih lanjut, pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menggarisbawahi bahwa yang terpenting adalah proses pembelajaran itu tetap mengacu kepada mutu proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi.
"Jadi, jangan sampai proses pembelajaran itu tidak mengikuti perkembangan zaman. Tetap mengikuti zaman, tetapi tetap mutu proses pembelajaran itu harus dijaga," katanya.
Proses pembelajaran di pendidikan tinggi keagamaan Kementerian Agama, menurutnya, tidak bisa hanya melulu dimulai kebijakannya dari atas ke bawah. Tetapi, menurutnya, perlu juga pertimbangan aspirasi yang berkembang di bawah.
Sebab, lanjutnya, pendidikan agama proses pembelajarannya tidak hanya sekadar transfer of knowledge, memindahkan atau memberikan ilmu pengetahuan ke anak didik. Lebih dari itu, ada sebuah proses pendidikan yang membentuk mental dan moral. "Apalagi keagamaan yang di situ tidak hanya nalar, tetapi juga ada hati," ucapnya.
Menurut akademisi kelahiran Kuningan, Jawa Barat ini, proses pembinaan hati atau spiritualitas itu terkadang perlu tantangan tersendiri ketika itu harus dipenuhi proses pembelajarannya melalui teknologi di perguruan tinggi keagamaan, madrasah atau pesantren. "Terutama di perguruan tinggi keagamaan perlu ada mempertimbangkan itu penyadaran spiritualitas," pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan