Perlu Aturan Baru Lebih Rinci soal Protokol Kesehatan dalam Pilkada
Selasa, 29 September 2020 | 06:31 WIB
Jakarta, NU Online
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 tetap berjalan seperti yang telah ditetapkan Pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 2016-2017 Juri Ardiantoro angkat bicara.
Menurutnya, pemerintah dan penyelenggara Pilkada harus menciptakan rasa aman bagi masyarakat dalam pesta demokrasi di 270 daerah. Ia menekankan agar dibuat aturan yang sangat rinci mengenai protokol kesehatan yang harus dipatuhi pada setiap tahapan.
“Kemudian, buat larangan dan sanksi atas pelanggaran protokol kesehatan. Selanjutnya diperlukan penegakan hukum yang keras dan konsisten bagi para pelanggar (termasuk pasangan calon),” tegas Juri kepada NU Online, Selasa (29/9).
Pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) ini mengungkapkan, jika sudah diputuskan bakal diselenggarakan pada 9 Desember 2020 maka diperlukan fokus lebih untuk menciptakan Pilkada yang aman terhadap Covid-19.
Sebab apabila diundur, katanya, akan berisiko pada sirkulasi kekuasaan di daerah yang akan banyak terjadi kekosongan kepala daerah.
“Kalau diundur tahun depan sebagaimana banyak tuntutan banyak pihak, bukan saja tidak menjamin pandemi akan berakhir, tetapi juga berisiko pada sirkulasi kekuasaan yang akan terjadi kekosongan kepala daerah. Selain itu, akan muncul berbagai kerumitan baru karena perubahan jadwal,” jelas Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi ini.
“Oleh karena itu, KPU dan pemerintah harus melakukan kerja bersama untuk menegakkan aturan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak nanti,” kata pria yang juga Ketua PBNU ini.
Maksimalkan Kampanye Online
Koordinator Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mohamad Reza merespons penyelenggaraan Pilkada serentak di tengah pandemi ini, dengan mengusulkan beberapa poin penting untuk menjadi perhatian bagi pihak penyelenggara.
“Kami meminta KPU untuk memaksimalkan kampanye online di lembaga penyiaran dan memanfaatkan jaringan internet yang tersedia, sehingga dapat meminimalisasi atau menghindari kerumunan massa yang berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19,” kata Reza.
Di daerah yang melaksanakan Pilkada itu, ia juga meminta KPU agar dapat memperhatikan keterjangkauan wilayah di layanan Free To Air (FTA) atau siarang gratis, di lembaga penyiaran swasta, dan di lembaga penyiaran publik lokal serta saluran siaran berlangganan.
“Informasi mengenai itu semua bisa dikoordinasikan dengan kami (KPI) serta Kementerian Komunikasi dan Informatikan,” jelas Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Gorontalo ini.
Lebih lanjut dikatakan bahwa di beberapa daerah yang ada lembaga penyiaran itu, faktanya masih ada yang tidak terjangkau oleh siaran dan internet. Dalam konteks ini, menurut Reza, dibutuhkan strategi lebih lanjut agar diatur kemudian.
“Jika itu dilakukan oleh penyelenggara Pilkada maka informasi bisa sampai ke masyarakat dengan meminimalisasi pertemuan tatap muka dan menghindari kerumunan massa saat kampanye,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Pilkada serentak tetap dilaksanakan tahun ini, meski masih dalam masa pandemi Covid-19. Hal ini membuat beberapa pihak, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar penyelenggaraan pilkada ditunda.
Berdasarkan data dari Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19, pada Senin (28/9) kemarin terdapat penambahan jumlah kasus positif baru sebanyak 3509. Sejak Maret 2020, terdapat 278.722 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Sementara itu, pasien yang meninggal akibat Covid-19 bertambah 87 orang sehingga total mencapai 10.473 orang. Sedangkan pasien yang berhasil sembuh mendapat penambahan sebanyak 3856 dan total terdapat 206.870 pasien sembuh dari Covid-19.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad