Pesan Perdamaian Gus Dur-Daisaku Ikeda Kembali Hidup lewat Pameran Dialog Peradaban di Istiqlal
Rabu, 1 Oktober 2025 | 16:30 WIB
Ketua Pelaksana, Inayah Wulandari Wahid dalam pembukaan Pameran Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian 2025 di Selasar Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (1/10/2025). (Foto: dok. TVNU)
Jakarta, NU Online
Pesan perdamaian yang diwariskan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan tokoh perdamaian asal Jepang Daisaku Ikeda kembali hidup melalui Pameran Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian.
Acara yang dilaksanakan atas kerja sama Yayasan Bani Abdurrahman Wahid dan Soka Gakkai Indonesia ini digelar di Selasar Al Fattah, Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Pameran Dialog Peradaban Gus Dur-Ikeda itu dibuka secara resmi dengan pemukulan bedug oleh Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Umar Wahid Hasyim, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Pratikno, Wakil Presiden Soka Gakkai International Terasaki Hirotsugu, serta sejumlah tokoh lintas agama.
Dalam pembukaan, turut diluncurkan Audio Book berjudul Dialog Peradaban. Ketua Pelaksana Pameran Dialog Peradaban 2025 Inaya Wulandari Wahid menjelaskan bahwa kegiatan ini digelar untuk memperingati 15 tahun pertemuan Gus Dur dan Daisaku Ikeda yang terdokumentasi dalam sebuah buku.
“Salah satu wasiat Gus Dur dan Ikeda bahwa buku ini harus tersebar luas dan sangat penting karena berbicara tentang kondisi dunia. Kami meluncurkannya dengan cara yang berbeda dalam bahasa yang dapat dipakai difabel yaitu dalam bentuk audio book,” ujarnya.
Inaya menuturkan, dialog yang kemudian dibukukan itu berawal dari pertemuan Gus Dur dan Ikeda 15 tahun silam. Buku Dialog Peradaban merekam percakapan keduanya sebagai pemimpin agama sekaligus tokoh perdamaian.
“Dua-duanya banyak bicara soal perdamaian. Mereka ketemu pertama kali, kemudian hasil pertemuan keduanya dijadikan buku. Dialog Peradaban Dunia ini dikeluarkan 15 tahun lalu,” ucapnya.
Menurut Inaya, hubungan Indonesia dan Jepang seharusnya tidak hanya didasarkan pada kepentingan politik atau ekonomi, melainkan juga pada landasan kemanusiaan.
Baca Juga
Tiga Tokoh yang Dihormati Gus Dur
Ia menilai relasi antarnegara kerap terjebak pada kepentingan transaksional dan perebutan sumber daya, sehingga melupakan keragaman sebagai fitrah manusia.
“Sesekali kita melihat negara menjalin hubungan semata-mata karena adanya kesamaan, kesamaan kepentingan ideologi, agama padahal manusia perlu menjalin hubungan secara lebih fundamental yaitu karena mereka sama-sama manusia, konteks kemanusiaan inilah yang cocok untuk menggambarkan kedua tokoh kita Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda,” ucapnya.
Ia menegaskan, Gus Dur dan Daisaku Ikeda telah menunjukkan wajah politik dan ekonomi yang manusiawi, penuh kerendahan hati, serta berpihak pada kelompok lemah.
“Inilah yang dibawa oleh Abdurrahman Wahid dengan Daisaku Ikeda yang begitu berbeda, punya wajah yang begitu manusiawi dan kerendahan hati, baik itu politik dan ekonomi. Kedua tokoh ini adalah perjuangan untuk kemaslahatan bersama bagi yang tidak berdaya dan suara bagi para yang dibisukan, di sini menjadi penyatuan dari ke manusia kemanusiaan,” tuturnya.
Setelah di Masjid Istiqlal, pameran ini akan berlanjut di dua lokasi lain yakni Makara Art Centre Universitas Indonesia dan Pusat Kebudayaan Soka Gakkai Indonesia.
“Tiga rangkaian itu kalau dihubungkan dengan isi buku Dialog Peradaban mewakili berbagai aspek. Kenapa di Istiqlal? Karena melambangkan aspek interfaith, Gus Dur dan Saku Ikeda dulu pemuka agama yang berbeda. Dialognya membicarakan toleransi, perbedaan agama, dan bagaimana menciptakan hubungan harmoni,” ungkap puteri keempat Gus Dur itu.
Inaya menegaskan bahwa pameran ini menjadi simbol persahabatan lintas bangsa, agama, dan budaya.
“Hari ini kami ingin mengajak negara, bangsa, dan pemimpin untuk membangun persahabatan tersebut. Semoga kita terinspirasi membuat perdamaian, kemanusiaan, menikmati persahabatan dan menjadi gelombang besar di dunia,” ujarnya.