Prof Oman Paparkan Lima Kunci Terbentuknya Pribumisasi Islam ala Gus Dur
Selasa, 12 Januari 2021 | 08:00 WIB
Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Oman Fathurrahman saat berbicara pada Haul ke-11 Gus Dur secara daring. ((Foto: tangkapan layar FB KH Abdurrahman Wahid)
Jakarta, NU Online
Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Oman Fathurrahman mengungkapkan, setidaknya ada lima kunci terbentuknya pribumisasi Islam. Hal tersebut dikatakan Prof Oman saat mengisi Haul ke-11 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) secara virtual pada Ahad (10/1).
“Kajian manuskrip Islam Nusantara secara substantif merupakan kajian yang menggambarkan betul pemikiran Gus Dur, seperti Pribumisasi Islam yang memiliki lima kata kunci,” jelasnya dalam siaran langsung melalui fanspage Facebook KH Abdurrahman Wahid, Ahad malam.
Pertama, kata Prof Oman, berawal dari jaringan ulama yang memiliki hubungan antara guru dan murid dengan para ulama di luar Nusantara. Jaringan ulama seperti ini sudah ada sejak zaman Walisongo. Namun, baru terlihat jelas pada abad ke-17.
“Kedua, transmisi keilmuan yang lahir melalui jaringan keilmuan antara muslim Nusantara dengan muslim luar Nusantara. Ketika ulama Nusantara kembali ke tanah air, kemudian mentransmisikan pemikirannya di bidang agama,” ungkapnya.
Ketiga, lanjut Prof Oman, muslim Nusantara juga perlu adaptasi dengan keadaan. Mereka tentu tidak hanya membawa keilmuan yang masih asing di tanah air. Oleh karena itu, mereka perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungan.
“Para ulama Nusantara sadar betul bahwa nilai-nilai keislaman tidak dapat dipahami begitu saja dalam bahasa Arab. Maka ketika masuk ke Jawa, Melayu, dan daerah lain di Nusantara selalu ada adaptasi baik dari segi substansi ataupun bahasa,” jelasnya.
Keempat, Prof Oman menyebutkan bahwa kunci pembentuk pribumisasi Islam adalah dengan vernakularisasi. Menurutnya, penerjemahan ajaran Islam baik secara substantif maupun bahasa ke dalam bahasa dan konteks lokal juga perlu dilakukan.
“Seiring penerjemahan itu, kita menyebutnya vernakularisasi,” ungkap pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat ini.
Kunci kelima, menurut Prof Oman, adalah kontekstualisasi. Sehingga fikih yang berkembang di Arab, ketika masuk Nusantara dapat diadaptasi, diterjemahkan, dan dikontekstualisasi sehingga muncul fikih-fikih baru, termasuk fikih siyasah (politik).
“Misalnya, bagaimana hubungan agama dan negara di Indonesia. Ini membentuk peradaban sendiri. Ini pula yang selalu digaungkan Gus Dur terkait pribumisasi Islam,” tandasnya.
Prof Oman mengungkapkan, Gus Dur memiliki visi mengenai relasi negara dan agama yang tidak pernah berbenturan di antara keduanya. “Bahkan, NU adalah ormas keagamaan yang pertama kali menerima asas tunggal (Pancasila),” ungkapnya.
Staf Ahli Menteri Agama yang juga Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag ini berharap agar banyak kaum muda, khususnya di kalangan Nahdliyin, yang dapat melanjutkan pemikiran Gus Dur berkaitan dengan pribumisasi Islam.
Selain Prof Oman, Haul Gus Dur bertema ‘Gus Dur di Mata para Cendikiawan’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian Ciputat ini juga menghadirkan narasumber lain yang mendalami gagasan dan pemikiran Gus Dur, yakni Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr Lilik Ummi Kaltsum.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori