Jakarta, NU Online
Cendekiawan Muslim Profesor Muhammad Quraish Shihab menerangkan kesulitan berlaku ikhlas bukan berarti mustahil. Ikhlas bisa diupayakan selama seseorang berkehendak.
“Ikhlas memang tak mudah. Karena itu, ada ungkapan semua manusia ini binasa, kecuali yang beramal. Semua yang beramal binasa, kecuali yang tulus ikhlas,” ungkapnya pada tayangan Shihab & Shihab, diakses NU Online, Ahad (7/11/2021).
Sedangkan yang ikhlas pun, kata Prof Quraish Shihab, masih terancam binasa lantaran seseorang tidak tahu keikhlasannya dinilai Tuhan sudah ikhlas atau sebaliknya.
Prof Quraish menyebutkan ikhlas merupakan upaya untuk membersihkan hati. Ia terambil dari kata khalis. Kata khalis bisa diterjemahkan menjadi bersih.
Ini berarti, lanjut Prof Quraish, bersihnya sesuatu tersebut bermula pada sesuatu yang kotor atau tidak sesuai dengan substansinya.
Prof Quraish mengumpamakannya dengan gelas bersih berisi air murni. Jika isi gelas tersebut tercampur dengan hal lain, maka ia tidak lagi suci.
“Maka mengeluarkan kotoran untuk membersihkan itulah yang dinamai ikhlas dalam Islam,” terang penulis Tafsir Al-Misbah tersebut.
Dalam hati manusia, lanjut dia, selalu ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki tuhan. Dan itu harus dibersihkan. Ikhlas adalah rahasia antara hamba dengan Tuhan.
Ikhlas akan terasa sulit jika tanpa memohonkan bantuan Allah swt agar keikhlasan yang dilakukan diterima oleh-Nya.
Pada kesempatan tersebut, Prof Quraish Shihab turut meluruskan definisi ikhlas dan rela yang kerap dianggap sama, padahal sebenarnya berbeda.
“Rela itu bukan dalam pengertian agama. Ikhlas itu menyucikan sesuatu yang tercampur yang dilarang oleh Tuhan,” terang Pendiri Pusat Studi Al-Qur'an (PSQ) tersebut.
Perihal ini, ia mencontohkan ketika seseorang meletakan namanya pada hadiah untuk seseorang. Hal tersebut kerap dicap perbuatan tak 'ikhlas'. Padahal, terang Prof Quraish Shihab, sejatinya tidaklah demikian.
“Ikhlas itu menyucikan dan menyingkirkan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan dalam hati kita. Dan Tuhan tidak melarang kita menulis nama (di kado). Karena dengan menulis nama, akan terjalin hubungan yang intim,” jelas mufasir berdarah Bugis ini.
“Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an: Kalau kamu menyembunyikan atau terang-terangan menyamapaikan sedekahmu, maka keduanya baik,” imbuhnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori