Puasa Ramadhan tapi Meninggalkan Shalat, Bagaimana Hukumnya?
Jumat, 31 Maret 2023 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Shalat adalah tiang agama. Orang yang mendirikan shalat berarti mengokohkan agama, tetapi bagi mereka yang meninggalkannya berarti telah menghancurkan agama. Begitu bunyi hadits yang sangat populer tentang shalat.
Ibadah pokok dalam Islam ini wajib dikerjakan oleh seseorang yang sudah memenuhi kriteria persyaratan walau dalam kondisi sesulit apa pun. Shalat wajib dijalankan karena merupakan amalan pertama yang akan dihisab pertama kali pada hari akhir nanti.
Kewajiban pokok yang setara dengan shalat antara lain adalah puasa Ramadhan, zakat, dan haji. Inilah rukun di dalam Islam yang sama sekali tak boleh ditinggalkan.
Lalu bagaimana hukum bagi orang yang menjalankan ibadah puasa tetapi meninggalkan kewajiban shalat? Benarkah puasa orang tersebut masih terbilang sah?
Di dalam artikel NU Online berjudul 'Hukum Puasa Tapi Tinggalkan Shalat', dijelaskan bahwa terdapat dua alasan seorang Muslim meninggalkan kewajiban shalat yang keduanya memiliki ketentuan berbeda.
Baca Juga
Ini Lafal Niat Qadha Puasa
Habib Hasan bin bin Ahmad Al-Kaff di dalam kitab Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah menjelaskan, terdapat dua kondisi orang yang meninggalkan shalat yakni karena mengingkari kewajibannya dan karena malas.
Seseorang yang meninggalkan shalat karena alasan yang pertama, maka dihukumi sebagai murtad. Lalu bagi orang yang tidak shalat karena malas hingga waktunya habis maka masih dikatakan Muslim.
Di dalam kitab tersebut juga dijelaskan dua kategori pembatalan puasa. Pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, tetapi tidak membatalkan ibadah puasa. Kategori ini disebut muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak wajib qadha atau membayar utang puasa di luar Ramadhan.
Kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur syar'i, maka wajib mengqadha atau mengganti puasa di hari lain di luar Ramadhan. Sebab kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).
Berdasarkan pendapat itu, orang yang tidak mengerjakan shalat karena alasan mengingkari kewajiban, maka puasanya batal secara otomatis. Sebab orang tersebut murtad dan keluar dari Islam termasuk hal yang dapat membatalkan puasa.
Sementara puasa orang yang tidak mengerjakannya karena malas atau sibuk, statusnya masih Muslim dan puasanya tidak batal secara esensial. Meski begitu, puasanya tidak bernilai apa-apa dan pahalanya berkurang.
Dengan demikian, meninggalkan shalat dapat dikategorikan sebagai muhbithat al-shaum. Meninggalkan shalat tidak merusak keabsahan puasa, tetapi merusak pahala puasa sehingga ibadah puasa yang mereka kerjakan tidak bernilai di hadapan Allah.
Walhasil, orang tersebut diharuskan untuk tetapkan melanjutkan ibadah puasa sebagaimana mestinya dan harus mengqadha shalat yang ditinggalnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin