Rais ‘Aam PBNU Ungkap Rahasia Pesantren Bisa Terus Eksis
Jumat, 1 November 2019 | 02:50 WIB
Semarang, NU Online
Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengatakan bahwa pesantren, beserta model pendidikan di dalamnya, mampu terus eksis dan bertahan sampai dengan saat ini karena sudah terbukti berhasil mencetak pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan kognitif (otak) dan dibarengi dengan kecerdasan afektif (sikap dan akhlak). Kiai Miftach menyebut pesantren sebagai tempat memproduksi orang yang “pinter dan bener”.
“Pesantren bisa bertahan karena model pendidikannya mampu memproduksi orang pinter yang berakhlak (bener). Di saat kita mengalami era darurat Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja),” ungkapnya, Kamis (30/1) di Masjid Agung Jawa Tengah.
Pesantren merupakan asli peninggalan dari para Walisongo. Sistem pendidikan pesantren lanjutnya, mengarusutamakan warisan salaf yakni menjaga sifat mulia, unggah-ungguh dalam kehidupan, takdzim (hormat) kepada guru dan hidup sederhana. Nilai-nilai ini sangat istimewa dan langka di tengah era pragmatisme dan transaksional yang menggerogoti sistem pendidikan lainnya.
Hal ini menurutnya merupakan tugas yang tak ringan bagi pesantren. Di satu sisi harus mencetak para santri yang berkualitas, di sisi lain mengemban amanat perjuangan ulama untuk menjaga akidah.
Pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini pun menyitir 5 ayat pertama QS Al-Alaq yang turun pertama kali kepada Nabi sebagai panduan bagi para santri. Lima ayat yang masyhur ini menjadi pegangan bagi para santri untuk senantiasa memiliki kemampuan membaca, baik tulisan, keadaan, maupun peristiwa alam. Dengan hal ini para santri akan menjadi sosok yang pintar dalam berbagai bidang di dunia dan juga akhirat.
“Tapi jangan lupa untuk menyebut nama Tuhanmu (bismi rabbik), (sebagai) pengontrol dan pengendali kepintaran dan kecerdasan. Perlu adanya pendampingan dan kontrol. Yang bisa seperti ini pondok pesantren,” tambah Kiai Miftach pada kegiatan Naharul Ijtima’ perdana yang diadakan Rabithah Ma’ahid Islamiyyah, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah.
Dalam kesempatan tersebut, alumni Pesantren Tambak Beras, Jombang ini juga mengingatkan pentingnya pesantren sebagai penjaga kerukunan dan persatuan bangsa. Tugas sebagai penerus ulama yang menyiarkan agama dengan moderat harus berbarengan dengan terus menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan keislaman yang Rahmatan lil Alamin.
Pada kesempatan yang sama, Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh mengapresiasi lahirnya Undang-undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (UUP). UUP menurutnya merupakan usaha para kader NU di parlemen untuk mempertahankan eksistensi dan independensi pesantren.
“Kita apresiasi usaha cerdas seluruh pihak dalam melahirkan UU ini. Hal ini semata-mata untuk mempertahankan eksistensi pesantren,” katanya.
Pengawalan peraturan turunan dan pelaksanaan dari UU tersebut lanjutnya juga harus terus dilakukan oleh berbagai pihak termasuk RMI sebagai lembaga di bawah NU yang menangani pesantren. RMI harus menjadi garda depan sosialisasi dan penyiapan pesantren-pesantren NU pasca UUP. Dengan hal ini pesantren akan mampu mengambil manfaat dari UUP.
Sementara menurut KH Abu Choir, Sekretaris RMI PWNU Jateng, pihaknya siap melakukan sosialisasi dan mengawal UUP. Langkah ini direalisasikan melalui koordinasi dengan PWNU Jateng berupa penyusunan tim khusus untuk mengawal UUP tersebut.
Kontributor: Muhammad Zulfa
Editor: Muhammad Faizin