Nasional

Rais PBNU Gus Ghofur Minta Para Fuqaha Ikut Serta Perbaiki Tatanan Dunia

Senin, 19 September 2022 | 06:35 WIB

Rais PBNU Gus Ghofur Minta Para Fuqaha Ikut Serta Perbaiki Tatanan Dunia

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur). (Foto: Tangkapan layar Youtube Tebuireng Official)

Jakarta, NU Online 
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) meminta kepada para fuqaha atau ahli fiqih kontemporer untuk mampu memperbaiki tatanan dunia yang terus berubah. Caranya dengan melakukan rekonstruksi terhadap fiqih klasik agar mampu mengimbangi perubahan zaman.


Gus Ghofur kemudian memaparkan berbagai gejala perubahan dunia yang terjadi. Salah satunya dalam sejarah potret kenegaraan Islam. Dulu, katanya, tidak ada batas-batas yang jelas dalam sebuah wilayah atau negara. Pembatasnya hanyalah akidah. 


Dijelaskan, apabila ada pejabat pemerintahan sebuah kerajaan berkunjung ke kerajaan Islam lain, maka tidak ada visa atau pajak yang harus digunakan sebagai jaminan keamanan, sebagaimana zaman sekarang.


“Batas teritorial sebuah negara itu memang gejala modern,” ungkap Gus Ghofur dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, pada Sabtu (17/9/2022), dilihat NU Online melalui Youtube Tebuireng Official pada Senin (19/9/202).


Ia menuturkan bahwa saat ini, ada beberapa kelompok yang memiliki cita-cita untuk mendirikan kekhalifahan Islam, seperti pada ratusan tahun lalu. Mereka menganggap, pembatasan teritorial antarnegara saat ini telah menyalahi aturan kesultanan zaman dulu. 


Menurut Gus Ghofur, kelompok yang punya cita-cita seperti itu sangat berbahaya. Sebab mereka akan menganggap bahwa menyerang negara atau wilayah lain di luar batas teritorial untuk memperluas kekuasaan adalah sah dan wajar-wajar saja. 


“Lebih bahaya lagi kelompok ini menganggap bahwa negara yang bukan negara Islam adalah darul-harb (boleh diperangi),” imbuh putra almarhum KH Maimoen Zubair itu. 


Contoh lain yang menjadi fenomena dunia modern adalah pemilihan umum (pemilu) dalam suatu negara, pada periode kepemimpinan tertentu. Menurut Gus Ghofur, agenda pemilu tidak ditemukan pada masa kekhalifahan seperti Bani Umayyah dan Abbasiyah. 


Gus Ghofur menjelaskan, hukum pemilu untuk memilih imam di dalam fiqih klasik adalah tidak sah. Sebab pihak yang berhak menentukan imam adalah ahlul ikhtiar yang tidak boleh diserahkan kepada masyarakat awam. 

 
"Nah, fiqih saat ini menjawab bahwa pemilu itu sah sebab dianggap wakalah (pelimpahan kekuasaan)," jelas Gus Ghofur. 


Ia menegaskan, tatanan politik dunia baru menjadi sangat rumit ketika dihadapkan dengan penjelasan-penjelasan yang terdapat di dalam fiqih klasik.


Karena itu, Gus Ghofur meminta para ahli fiqih atau fuqaha untuk membuat rekonstruksi terhadap fiqih agar dapat mengimbangi berbagai perubahan yang terjadi di dunia. 


"Para fuqaha harus membuat rekonstruksi soal fiqih agar dapat mengimbangi dunia modern. Tentu tidak boleh lepas dari kerangka syariat," tegasnya.


Tebuireng Motor Penggerak Peradaban

Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Tebuireng mengangkat tema 'Fiqih Peradaban, Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa'. Menurut Katib Syuriyah PBNU KH Muhammad Faiz Syukron Makmun (Gus Faiz), tema tersebut sangat cocok dengan Tebuireng.


Gus Faiz menjelaskan bahwa fiqih peradaban terdapat dua terminologi, yakni al-fiqhu dan al-hadharah. Ia memaknai, al-fiqhu bermakna pemahaman. 


Sementara al-hadharah berarti hasil segala upaya dan budidaya manusia, kemampuan intelektual, fungsi luhur manusia sehingga menghasilkan sebuah peradaban pada aspek yang bersifat lahiriyah.


"Tebuireng adalah motor penggerak utama (peradaban)," tegas Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta itu.


"Maka perlu kiranya bagi kita untuk membudidayakan pengembangan kajian kitab salaf untuk menyemai kebermanfaatan yang sangat istimewa di dalamnya," imbuh Gus Faiz.


Selain itu, Gus Faiz mengungkapkan tentang pentingnya mempelajari dan mengembangkan kitab kuning. Menurutnya, kitab kuning ini sangat sederhana tetapi sebenarnya memiliki keistimewaan dalam peradaban di dunia. Terkadang, kemuliaan agama tidak terlihat istimewa, luar biasa, dan bahkan tidak membawa pada kebaikan. 


"Contohnya kitab kuning. Kita mengira kitab kuning sangat sederhana, tetapi dengan kitab kuning, umat manusia bisa meletakkan kaki satu di Andalusia dan kaki yang satu di daratan Cina,” ungkapnya.


Ia menegaskan, semua aspek kehidupan umat Islam, dan bahkan manusia seluruhnya, terdapat di dalam kitab kuning. Fathul Qarib misalnya, memuat seluruh kebutuhan hidup umat Islam di dunia.


Gus Faiz menyebutkan bahwa di dalam Fathul Qarib itu memuat segala aspek kehidupan, mulai dari thaharah (bersuci) hingga hukum pidana, perdata, dan ekonomi. 


"Sayangnya kita tidak mengembangkan apa yang ada di dalam kitab kuning tersebut," pungkas Gus Faiz.


Sebagai informasi, PBNU saat ini tengah keliling ke berbagai pesantren untuk menggelar Halaqah Fiqih Peradaban. Terdapat 250 titik pesantren se-Indonesia yang akan menjadi tuan rumah dari halaqah tersebut. Agenda ini merupakan rangkaian dari Peringatan Harlah 1 Abad NU.


Halaqah Fiqih Peradaban akan digelar secara serentak selama 5 bulan, terhitung sejak dibuka pertama kali di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Puncak dari Halaqah Fiqih Peradaban ini akan digelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pada Januari 2023 mendatang. 


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin