Ramaikan Medsos, Gus Yusuf: Perlu Konten dan Tampilan yang Baik
Senin, 12 Oktober 2020 | 16:15 WIB
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pesantren API (Asrama Perguruan Islam), Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, KH M Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mengatakan, pesantren memiliki konten keilmuan yang luar biasa. Meski demikian, untuk bisa meramaikan media sosial perlu tampilan yang baik.
Hal ini disampaikannya saat mengisi acara Muktamar Pemikiran Santri Nusantara yang diinisiasi Direktorat PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag bekerja sama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jumat (9/10).
Dalam kegiatan bertema ‘Santri Sehat Indonesia Kuat’ ini, Gus Yusuf menjelaskan bahwa kedalaman ilmu di pesantren yang ditambah dengan kuatnya doa dan riyadhah belum cukup.
“Untuk tampil di media sosial tidak cuma bermodal itu. Perlu ada tampilan yang baik agar dakwah kita di medsos tidak ketinggalan,” tandas Gus Yusuf.
Selain itu, lanjut dia, perlu sinergitas berbagai lapisan, termasuk antarpesantren. “Sinergitas menjadi sangat mutlak bagi pesantren,” tandasnya.
Ia juga mengungkapkan, perlu adanya pendampingan agar pesantren dapat mengenal medsos. Minimal harus ada diskusi mengenai hal itu.
Gus Yusuf menambahkan, bahwa saat ini dibutuhkan santri yang amil. Tidak hanya sekedar pintar saja, namun juga cerdas. “Orang yang cerdas itu memahami situasi zamannya seperti apa. Ini yang namanya aqilan bi zamanihi,” terangnya.
Setelah memahami, lanjut dia, kalangan pesantren harus dapat menghadapi dengan cara kekinian yang tidak cukup dakwah secara fisik, namun juga dakwah melalui media sosial, TV, radio. “Yang itu jamaahnya dan efektivitasnya luar biasa,” ungkapnya.
Gus Yusuf menambahkan, yang lebih penting lagi adalah harus muqbilan li sya’nihi. Bahwa pesantren tidak perlu mengikuti tren pasar yang sedang berkembang. Terpenting ada sesuatu untuk menjadi daya tarik.
“Ini yang perlu kita ulik bersama. Kita tidak harus menjadi seperti Gus Nadirsyah Hosen yang berdakwah dengan bahasa milenial. Kita bisa berdakwah seperti Gus Baha yang tetap mempertahankan dakwah ala pesantren,” jelasnya.
Kemudian, adanya arifan lirabbihi juga menjadi salah satu yang tidak bisa ditinggalkan. Karena dari situ bisa dibedakan antara santri dan boneka. Boneka tidak memiliki arifan lirabbihi meskipun memiliki inteligensi yang tinggi.
“Inteligensinya oke. Tapi tidak kenal dengan yang namanya wiridan, mujahadah, apalagi barakah. Ini yang menjadi kekhasan pesantren untuk mendekatkan pada ketuhanan yang harus terus dijaga,” terangnya.
Dengan ketiga hal tersebut, yaitu aliman bi zamanihi, muqbilan li sya’nihi, dan arifan lirabbihi, Gus Yusuf percaya bahwa pesantren dapat optimis dan semangat mengikuti perkembangan zaman.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori