Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Umahatil Mukminin Habib Hamid bin Ja’far Al-Qadri menuturkan bahwa Rasulullah telah mengajarkan umat Islam untuk mencintai tanah air atau memiliki rasa nasionalisme. Hal itu dilakukan Nabi Muhammad ketika harus hijrah dari Makkah ke Madinah.
"Diriwayatkan Imam At-Tirmizi, beliau (Rasulullah) pernah mengatakan betapa indahnya engkau wahai negeriku (Mekkah). Betapa saya sangat cinta kepadamu. Seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, tentu saya tidak akan bertempat tinggal selain dirimu," jelas Habib Hamid memaknai hadits tersebut, dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), pada Kamis (19/8/2021).
Ucapan itu dilontarkan Nabi Muhammad saat keluar dari Makkah seraya berlinangan air mata. Rasulullah sangat terpaksa meninggalkan negeri tempat tumpah darahnya. Hal ini menggambarkan betapa kekasih Allah itu sangat dalam mencintai tanah air.
Habib Hamid menuturkan bahwa dalam hadits shahih yang diriwayatkan Siti Aisyah, Nabi Muhammad pernah membaca doa atau merukyah orang yang sedang sakit dengan mengatasnamakan debu dari negerinya.
"Dengan nama Allah, debu dari tanah kami dan liur dari bagian kami, ya Allah sembuhkanlah orang yang sakit dengan izin-Mu. Artinya, Nabi Muhammad menyebut atas nama tanah air, bahwa ini bukan hal sepele," jelas Habib Hamid.
Ia menjelaskan kebiasaan orang Arab yang ketika ingin melakukan perjalanan untuk berperang, mereka kerap mengambil secuil tanah sebagai bekal. Kemudian tanah itu diciuminya saat sedang merasakan kerinduan kepada negerinya.
"Itulah Makkah, negeri beliau dilahirkan. Beliau tumbuh besar di situ, menjadi seorang nabi di situ, kawin di situ, tentu ada kenangan-kenangan indah Nabi yang menjadikan beliau sangat cinta kepada Makkah," ungkap Habib Hamid.
Sebenarnya, Nabi Muhammad tidak akan meninggalkan Makkah kecuali dalam keadaan sangat terpaksa karena selalu mendapat intimidasi dari kaumnya sendiri. Meski begitu, Rasulullah tetap bersabar.
"Kadang beliau keluar, tapi beliau balik lagi. Kadang beliau berdagang, kadang balik lagi. Namun, Allah menghendaki hal lain. Beliau harus keluar dari Makkah dan hijrah ke Madinah," terangnya.
Ketika akhirnya hijrah dan memilih tanah air yang kedua yakni Madinah, Nabi Muhammad berdoa kepada Allah agar cinta terhadap tanah air yang baru ini melebihi dari cintanya kepada Mekkah. Rasulullah tidak ingin Madinah dijadikan hanya sebatas tempat berlindung sesaat, tetapi dijadikan pula sebagai pelindung dan tempat perjuangannya.
"Allahumma habbib ilainalmadinata, kahubbina makkata aw asyaddan. Ya Allah jadikanlah kami cinta terhadap Madinah sebagaimana kami cinta kepada Makkah atau bahkan lebih dari itu. Ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori," ujar Habib Hamid.
Sebab menurutnya, cinta tanah air merupakan fitrah, naluri, dan menjadi ukuran normal atau tidaknya manusia. Ketika orang rela menggadaikan tanah air, tidak cinta, bahkan akan menghancurkan tanah airnya, maka sebenarnya keluar dari nilai-nilai fitrah, sedangkan Islam adalah agama fitrah.
"Jadi kalau dia mengatasnamakan Islam padahal tidak cinta tanah air, berarti kontradiksi antara Islam dan nilai-nilai fitrah yang ada. Artinya orang yang tidak normal adalah mereka yang tidak cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air itu dilakukan oleh Nabi Muhammad," kata Habib Hamid.
"Cinta Nabi Muhamamad terhadap tanah airnya, Makkah, merupakan fitrah atau naluri manusia karena itu adalah tempat tinggalnya. Adapun kecintaan terhadap Madinah merupakan anugerah dari Allah," pungkasnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan