Redistribusi APBD Jadi Kunci Atasi Ketimpangan Ekonomi Masyarakat
Senin, 15 Agustus 2022 | 20:30 WIB
Ekonomi masyarakat perlu mendapat sentuhan distribusi APBN dan APBD agar semakin meningkat. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ekonom NU Jaenal Effendi mendorong pemerintah untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dengan pendistribusian ulang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membangun sektor riil atau ekonomi masyarakat di setiap daerah.
“Kita kan sering mendengar (APBD) itu sekian triliun, ternyata itu yang mestinya untuk membangun perekonomian masyarakat daerah didepositokan kembali. Akibatnya terjadi banyak ketimpangan,” kata Jaenal kepada NU Online, Senin (15/8/22).
Padahal, menurutnya, pertumbuhan ekonomi harus dapat menyentuh dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Lantas apa yang membuat pemerintah lebih memilih mengalokasikan dana APBD ke sektor non-riil atau moneter?
Jaenal kemudian menjelaskan, sektor moneter merupakan sektor keuangan yang relatif signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Karakteristik itulah yang membuat sektor moneter lebih banyak dipilih pemerintah mengalokasikan anggaran-anggaran negara.
“Sektor moneter itu sektor ekonomi yang tidak berdasarkan riil, seperti berapa luas lahan untuk persawahan atau lainnya. Tapi lebih ke bagaimana agar anggaran-anggaran itu dialokasikan ke deposito daerah,” jelasnya.
Sementara sektor riil, terang dia, adalah sektor yang sesungguhnya, yaitu sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat yang sangat mempengaruhi atau yang keberadaannya dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi.
“Sektor riil itu ya menumbuhkan aktivitas-aktivitas masyarakat yang basisnya produktivitas, memberdayakan masyarakat untuk pergi ke sawah, menangkap ikan ke laut, atau menebar benih ikan di empang-empang,” terang pakar ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Pengaruh APBN dan APBD bagi rakyat
Terlepas dari kedua sektor itu, Imamul Arifin dalam bukunya Membuka Cakrawala Ekonomi (2007), menyebutkan bahwa pengaruh APBN dan APBD terhadap perekonomian rakyat menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“…agar dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tulisnya.
Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, defisit APBN mencapai Rp 783,7 triliun pada 2021. Nilai tersebut setara dengan 4,65 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Defisit APBN pada 2021 tercatat turun 17,3 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pada 2020, defisit APBN tercatat sebesar Rp 947,7 triliun.
Kondisi defisit ini disebabkan oleh realisasi pendapatan negara yang lebih rendah dari belanja negara. Rinciannya, realisasi pendapatan negara sebesar Rp 2,003,1 triliun hingga Desember lalu. Sementara, belanja negara tercatat sebesar Rp 2.786,8 triliun sepanjang 2021.
Meski demikian, realisasi pendapatan negara tumbuh 21,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.647,8 triliun. Rinciannya, pendapatan negara yang berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.277,5 triliun.
Realisasi penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 269 triliun. Kemudian, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 452 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat mengalami pertumbuhan 7,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 2.595,5 triliun. Rinciannya, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 2.001,1 triliun. Lalu, realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mencapai Rp 785,7 triliun.
Adapun, keseimbangan primer mengalami minus Rp 440,2 triliun hingga Desember 2021. Angka tersebut lebih rendah 30,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar minus Rp 633,6 triliun.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF