Nasional

Refleksi 77 Tahun Indonesia: Kemiskinan PR Besar Pemerintah

Rabu, 17 Agustus 2022 | 13:00 WIB

Refleksi 77 Tahun Indonesia: Kemiskinan PR Besar Pemerintah

Ilustrasi kemiskinan.

Bandarlampung, NU Online

Prof Aom Karomani mengajak segenap elemen bangsa untuk menyatukan frekuensi dalam melihat musuh besar yang harus dihadapi oleh bangsa ini, yaitu kemiskinan yang masih menjadi PR besar pemerintah. Kesamaan persepsi, visi, serta misi ini diperlukan untuk melakukan akselerasi dalam pembangunan sekaligus dalam upaya tetap mempertahankan NKRI.


“Kita harus menciptakan musuh bersama. Baru kita persatukan. Kalau tidak punya musuh bersama rasanya kita tercerai-berai. Musuh bersama kita itu adalah kemiskinan,” kata Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung saat merefleksi 77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia kepada NU Online, Selasa (16/8/2022).


Selain itu seluruh elemen bangsa juga harus bersinergi menyatukan gerakan untuk memerangi musuh yang sama seperti kualitas pendidikan yang belum baik dan tidak merata, serta masalah kesehatan yang selama ini menjadi problem mendasar yang dialami bangsa Indonesia. 


Ia mengajak segenap elemen bangsa untuk tidak terpengaruh narasi-narasi yang menjadikan kita tidak fokus dalam memerangi musuh bersama ini seperti narasi yang masih mempersoalkan sistem negara dan ingin menggantinya dengan sistem agama. Ia mengingatkan bahwa di Indonesia, hubungan dan agama dan negara sudah selesai.


Keberhasilan para pendiri bangsa dalam menyimpulkan beragama dan berbangsa dalam satu tarikan nafas ini merupakan modal sosial yang besar dan sangat berharga. Jangan sampai modal ini tidak dirawat dan malah tereduksi karena provokasi pihak-pihak tertentu yang mengusung sistem lain yang tidak jelas.


“Kita bukan negara agama tapi kita beragama,” tegas pria yang juga Rektor Universitas Lampung ini.


Ia pun mengungkapkan keheranannya kepada kelompok yang menarasikan sistem pemerintahan seperti khilafah yang nyata-nyata ditolak diberbagai negara di dunia. Mereka tidak memiliki kontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan dan merumuskan sistem negara Indonesia, namun sekarang malah sibuk ingin menghancurkan pondasi dan rumah besar yang dibangun para pejuang.


“Sekarang pondasi kita sudah berdiri 77 tahun, yang mestinya rumah itu kita tingkatkan lebih tinggi lagi, lebih bagus lagi, lebih kokoh lagi, kok menggugat pondasi awal (yang sudah dibangun) 77 tahun,” ungkapnya sembari menilai bahwa kelompok-kelompok ini juga menurutnya menjadi musuh bersama bangsa Indonesia.


Keberhasilan 77 tahun Indonesia merdeka dan rasa nasionalisme ini juga menurut Prof Aom harus terus diwariskan kepada para generasi muda yang faktanya tidak ikut merasakan bagaimana darah dan nyawa dipertaruhkan untuk kemerdekaan. Di antaranya dengan berdialog dan memberi kesadaran bahwa semua ini patut dipertahankan dan disyukuri.


“Mereka lahir, datang, enak, tidak ada ancaman seperti dulu. Jadi  mungkin rasa nasionalismenya agak berbeda dengan orang tua kita yang berjuang dan berdarah-darah,” ungkapnya.


Sehingga memupuk rasa nasionalisme, rasa bersyukur, dan memberikan pengertian agar mempertahankan dan mengisi kemerdekaan harus benar-benar terwariskan kepada para generasi muda. 


Terkait dengan dinamika yang ada di Indonesia, secara umum menurutnya bangsa Indonesia masih memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang kuat.

 

Nasionalisme segenap elemen bangsa juga masih tetap terjaga di tengah kondisi sulit seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada berbagai sisi kehidupan bangsa. Stabilitas ekonomi dan politik juga masih tetap lebih terjaga dibanding negara-negara lain di dunia.


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad