Rekomendasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II
Senin, 28 November 2022 | 14:00 WIB
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II telah rampung digelar pada 24-26 November 2022 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. (Foto: dok. Muria)
Jepara, NU Online
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II telah rampung digelar pada 24-26 November 2022 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Kongres tersebut diikuti oleh perwakilan ulama perempuan dari seluruh Indonesia. Bahkan, beberapa orang dari luar negeri juga turut menghadiri kegiatan tersebut.
Kongres tersebut membahas sejumlah permasalahan, mulai kekerasan seksual, ekstremisme, disabilitas, perkawinan anak, hingga isu lingkungan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, khususnya perempuan.
Sejumlah isu tersebut dibahas dengan berbagai macam perspektif, mulai agama, sains, hingga paradigma sosial sehingga menjadi pembahasan yang komprehensif.
Dari pembahasan tersebut, KUPI II mengeluarkan sejumlah rekomendasi sebagai berikut.
1) Bahwa rekognisi eksistensi ulama perempuan telah diterima di kalangan masyarakat, pesantren, perguruan tinggi, pemerintahan, media, dan kalangan dunia internasional. Oleh karena itu:
- Negara harus menjadikan KUPI sebagai mitra kerja strategis dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan isu-isu strategis bangsa, mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga desa/kelurahan.
- Masyarakat sipil perlu menjadikan Jaringan KUPI sebagai mitra strategis dalam membangun gerakan sosial untuk peradaban yang berkeadilan.
- Jaringan KUPI perlu diperkuat, baik kapasitas, akses, maupun sumber daya, dalam membangun peradaban yang berkeadilan bagi seluruh umat manusia.
2) Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan, menyebabkan perempuan tersudut oleh kehamilan, stigma, dan diskriminasi. Oleh karena itu:
- Negara harus mengubah dan menyelaraskan regulasi yang berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan mengimplementasikannya dengan konsisten.
- Negara harus mempercepat penyusunan dan implementasi berbagai kebijakan yang terkait kelompok rentan kekerasan, terutama peraturan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
- Masyarakat sipil perlu terlibat dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan negara, melakukan edukasi masyarakat, dan pendampingan pada korban.
- Jaringan KUPI perlu mengakselerasi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif pengalaman perempuan dalam pandangan keagamaan.
3) Sampah bukan semata urusan perempuan, tetapi tangung jawab semua pihak. Demi keberlangsungan lingkungan hidup dan kelestarian alam, maka:
- Negara perlu memperlakukan isu sampah sebagai isu penting dan genting dengan merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang partisipatif, melibatkan pelaku usaha, konsumen, dan struktur negara hingga ke desa.
- Masyarakat sipil mengambil peran dalam gerakan penanggulangan sampah.
- Jaringan KUPI perlu memperkuat masyarakat dengan pandangan keagamaan untuk menanggulangi sampah.
4) Ekstremisme beragama telah terbukti berdampak langsung terhadap rusaknya kemaslahatan perempuan, seperti peningkatan kekerasan terhadap perempuan atas nama agama. Oleh karena itu:
- Negara wajib melindungi seluruh warga negara, laki-laki dan perempuan, dari bahaya ekstremisme dengan memperkuat nilai-nilai moderasi beragama.
- Masyarakat sipil perlu melakukan pendidikan kritis pada masyarakat dan mempromosikan praktik dan pandangan keagamaan yang moderat, toleran, dan inklusif.
- Jaringan KUPI perlu memperkuat perempuan sebagai aktor perdamaian berbasis pengalaman dan pengetahuan perempuan.
5) Praktik pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak telah terbukti menyengsarakan pada keberlangsungan hidup perempuan dan peradaban, oleh karena itu
- Negara harus memastikan implementasi regulasi-regulasi terkait untuk menghentikan praktik pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak.
- Masyarakat sipil melakukan pengawasan negara dalam implementasi regulasi serta melakukan pendidikan masyarakat untuk menghapus pemaksaan perkawinan dan mencegah perkawinan anak.
- Jaringan KUPI perlu menyososialisasikan pandangan KUPI dan memperluas jaringan untuk gerakan menghapus pemaksaan perkawinan dan mencegah perkawinan anak.
6) Pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis terbukti memberikan dampak madarat bagi perempuan.
- Negara harus mengadopsi pandangan keagamaan yang melarang praktik pemotongan dan pelukaan genetalia pada perempuan tanpa alasan medis melalui pembuatan regulasi dan tahapan implementasinya.
- Masyarakat sipil perlu mengadopsi dan jaringan KUPI perlu menyosialisasikan pandangan keagamaan KUPI yang mengharamkan pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis di masyarakat.
7. Menyerukan solidaritas bagi masyarakat muslim, khususnya kelompok perempuan di berbagai negara yang mengalami opresi dan krisis kemanusiaan, terutama Afghanistan, Iran, Myanmar, Turki, dan China (Uyghur), dan menuntut pemerintah di negara-negara tersebut untuk menghentikan tindakan opresi dan menjamin kemaslahatan warganya dengan spirit Islam rahmatan lil 'alamin yang meletakkan penghormatan pada hak-hak perempuan.
8. Mendorong tumbuhnya gerakan ulama perempuan di berbagai komunitas lokal dunia dengan berbekal pada pengalaman KUPI sebagai inspirasi, di mana gerakan intra dan inter faiths, demokrasi, pelibatan laki-laki, dan keadilan lingkungan dilandaskan pada pengalaman dan pengetahuan perempuan
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad