RMI PBNU: Pemuda Hari Ini, Pemimpin dan Penentu Nasib Masa Depan Bangsa
Rabu, 27 Oktober 2021 | 16:15 WIB
Jakarta, NU Online
Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Ungkapan yang sangat familiar tersebut bukanlah menjadi omong kosong belaka. Berkaca pada Indonesia yang tengah menikmati bonus demografi, ungkapan tersebut menjadi hal yang nyata di depan mata.
Demikian disampaikan oleh Wakil Sekertaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Athoillah, pada tayangan di TVNU diakses NU Online, Rabu (27/10/2021).
Ungkapan tersebut, sambungnya, merupakan tonggak penentu masa depan bangsa dan menjadi nilai yang akan disongsong oleh suatu negara. “Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh baik dan buruknya pemuda saat ini,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan jika generasi muda wajib hukumnya untuk mengedepankan akhlak, kreativitas, serta produktivitas. Ketiga hal tersebut merupakan kunci pembentuk Indonesia kuat. Di tangan generasi muda lah harapan masyarakat kelak bertumpu.
“Sehingga, kehadiran anak muda ini merupakan embrio generasi baru yang ada di tatanan sosial-kultural masyarakat. kreativitas dan akhlak yang dimiliki anak muda ini itu akan menentukan karakter dan moralitas bangsa ke depannya,” ujar Ahmad Athoillah.
Ditunjang dengan kondisi fisik yang prima, lanjut Ahmad Athoillah, sudah seharusnya generasi muda tidak terlena pada perasaan puas dan nyaman mendadak dengan apa yang dimiliki. Hal tersebut dapat memicu penurunan dan menghambat produktivitasnya.
Selain itu, generasi penerus estafet kepemimpinan tersebut harus dapat menyortir informasi yang saat ini bertumpah-ruah di segala media. Jangan mudah menjadi korban berita bohong, yang menandakan betapa tidak kritis pemikirannya dan kuat prinsipnya.
“Pemuda harus menjadi agen perubahan. Sehingga, bagi anak muda yang ada di Indonesia yang mempunyai skill kreativitas, serta keinginan yang kuat, kekuatan itu akan membangkitkan generasi muda yang lain untuk bisa membawa suatu bangsa menjadi bangsa dan negara yang kuat,” terangnya.
Maka dari itu, alih-alih memusatkan perhatian pada urusan percintaan yang laris-manis menjadi komoditas perbincangan kelompok seumurannya, pemuda dan pemudi harus membangun optimisme. Dengan optimisme untuk berproses itulah, anak muda akan terbentuk menjadi pribadi yang positif. Hal tersebut merupakan modal guna membangun bangsa yang kuat.
“Oleh karena itu, marilah kita sebagai anak muda untuk menjadi pribadi yang riang gembira, tidak cengeng. Jangan hanya karena permasalahan yang berhubungan dengan percintaan dan asmara yang melingkupi kita. Boleh, kalau hanya selingan. Jangan hal itu menjadi sesuatu yang paling penting,” pungkasnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi