Ruang Digital Makin Rawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak-Anak
Sabtu, 22 November 2025 | 23:45 WIB
Sociopreneur Angkie Yudistia (memegang mic) saat Talkshow Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (22/11/2025). (Foto: NU Online/Rikhul Jannah)
Jakarta, NU Online
Sociopreneur Angkie Yudistia menjelaskan bahwa ruang digital yang seharusnya menjadi tempat berekspresi dan berinteraksi kini berubah menjadi ruang yang rawan kekerasan, terutama bagi perempuan dan anak-anak.
"Berbagai bentuk kekerasan berbasis digital terus meningkat, memperlihatkan ruang digital masih jauh dari kata aman dan ramah bagi perempuan dan anak-anak perempuan,” ujarnya dalam Talkshow Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (22/11/2025).
Dia juga menyoroti maraknya komentar negatif hingga kekerasan verbal yang menyerang perempuan di media sosial.
Baca Juga
Kekerasan Agama di Tanah Batak
"Saat ini banyak komentar negatif yang mengandung unsur kekerasan. Misalnya ketika perempuan posting foto, netizen melemparkan komentar unsur kekerasan di kolom komentarnya,” ujar Angkie.
Senada, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Daden Sukendar mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan kini semakin meluas di ruang publik, termasuk digital.
“Kekerasan terhadap perempuan di ruang publik manapun yang kini merambah di ruang digital. Sekarang, orang terang-terangan mencari korban untuk melakukan kekerasan seksual, saya pernah lihat itu,” ucapnya.
Daden menyoroti risiko yang dihadapi anak ketika pengawasan orang tua yang minim.
"Ada juga karena orang tuanya sibuk bekerja dan menitipkan anaknya ke nenek atau kakeknya, jadi anak terpapar konten negatif dari media sosial yang seharusnya tidak diterima di usianya,” katanya.
Menurutnya, edukasi digital yang aman bagi perempuan dan anak harus diperluas dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Tanpa langkah pencegahan yang kuat, ruang digital akan terus menjadi area rawan kekerasan bagi perempuan.
Sementara itu, Perwakilan United Nations Population Fund (UNFPA), Asti Setiawati mengatakan hal yang serupa bahwa kekerasan berbasis digital memiliki banyak bentuk dan menyasar pada perempuan, termasuk anak dan remaja yang masih minim pengetahuan tentang keamanan digital.
Baca Juga
Tiga Tanda Seorang Anak Dikatakan Baligh
"Kekerasan berbasis digital ini banyak namanya (seperti) cyberbullying, online grooming, sextortion, NCIC (non-consensual intimate content), catfishing dan masih banyak lainnya,” ucapnya.
"Itu semua mayoritas korbannya adalah perempuan, apalagi kebanyakan perempuan yang di bawah umur, yang masih belum paham dan tidak mengerti. Dan harus saya akui, pelakunya mayoritas adalah laki-laki dewasa,” lanjutnya.
Asti menyampaikan bahwa UNFPA menangani kasus kekerasan terhadap perempuan hingga tingkat internasional karena banyak kasus kini bersifat lintas negara. "Kasus kekerasan melalui digital ini sudah antar negara, jadi bukan antar daerah tapi sudah ke antar negara,” ujarnya.