RUU PPRT 21 Tahun Mandek, Serikat Pekerja Tagih Janji DPR dan Presiden
Jumat, 21 November 2025 | 21:00 WIB
Koalisi serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (21/11/2025). (Foto: NU Online/Suci)
Jakarta, NU Online
Nasib Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah diperjuangkan selama 21 tahun masih terkatung-katung tanpa kepastian. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jumisih mengungkapkan sejak pertama kali diusulkan, nasibnya terus terombang-ambing, sekadar menjadi penghias Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tanpa progres yang berarti.
"Kita merasa dipinggirkan. Belakangan kita tahu KUHAP disahkan dalam tempo singkat, sementara kami yang sudah meminta kepada presiden dan DPR sejak lama belum juga disahkan," ujarnya.
"Kami sudah kontak DPR tapi jawabannya selalu tunggu, tunggu," imbuhnya dalam konferensi pers bersama koalisi serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Wakil KSPI Kahar S. Cahyono mengatakan, pekerja rumah tangga (PRT) merupakan fondasi ekonomi nasional. Data menunjukkan kontribusi ekonominya mencapai 20-27 persen dari PDB Indonesia.
Menurutnya, jutaan pekerja formal di sektor manufaktur, PNS, dan lainnya tidak akan bisa bekerja produktif tanpa ditopang para PRT.
"Mereka adalah fondasi paling penting dari pekerjaan formal saat ini. Namun justru diabaikan dan disia-siakan kontribusinya terhadap PDB nasional. Itu alasan pertama kenapa pengesahan RUU PPRT ini menjadi urgent," ujarnya.
Menurutnya, jika UU PPRT dibiarkan akan terus menimbulkan masalah. "Kami meminta DPR dan pemerintah berpihak tegas kepada rakyat dalam hal ini dengan segera mengesahkan UU PPRT," tegasnya.
Ketua KSPSI Dian Yudianisingsih mengatakan UU PPRT juga diperlukan untuk pengakuan profesi yang layak sesuai dinamika sosial dan budaya yang terus berkembang.
Data ILO tahun 2012 mencatat jumlah PRT mencapai 4,2 juta dan terus bertambah. Mereka berhak atas hak-hak normatif dan perlindungan seperti pekerja pada umumnya.
"Ada kerentanan eksploitasi karena mayoritas PRT adalah perempuan yang rentan mengalami kekerasan dan pelecehan seksual akibat wilayah kerja domestik yang kurang terawasi pemerintah," jelasnya.