Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAAI) TGB H Muhammad Zainul Majdi menyampaikan bahwa sains dan agama itu saling melengkapi, bukan saja sekadar bersesuaian. (Foto: Dok Istimewa)
Jakarta, NU Online
Ada orang yang mempertentangkan sains dengan agama. Terlebih di saat pandemi saat ini, orang yang ‘mabuk agama’ enggan mengikuti ketentuan yang telah diberikan oleh pemerintah berdasarkan pertimbangan kesehatan.
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia (OIAAI) TGB H Muhammad Zainul Majdi menyampaikan bahwa sains dan agama itu saling melengkapi, bukan saja sekadar bersesuaian. Artinya, keduanya saling mengonfirmasi.
"Dalam tataran teks bersesuaian (tawaqufi) dengan sains, bahkan tidak hanya itu tetapi juga saling melengkapi (takamuli)," ujarnya saat Webinar Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Se-Afrika pada Kamis (4/6).
Menurutnya, banyak ayat yang menjadi sempurna dengan kehadiran penelitian sains. Sains berada di wilayah terlihat yang bisa dikuantifikasi. Meskipun tak sedikit juga ayat-ayat yang tidak bisa dikuantifikasi karena menyangkut soal kematian dan urusan akhirat.
Di tataran norma dan tataran empirik juga saling melengkapi. Pusat peradaban Islam menjadi tempat kultivasi dari sains pada abad pertengahan. "Andalusia terkenal dia telah memerankan diri pusat pengembangan intelektual pengetahuan yang hebat," katanya.
Dalam Islam, relasi agama dengan sains itu ternyata baik dari tataran teoritis dan norma ataupun tataran empirik dan historis yang nyata dan objektif. Ternyata, katanya, memang Islam sangat mendukung aktivitas intelektual mencari ilmu pengetahuan alam raya ini untuk memahami hukum-hukumnya, menyelidiki bintang-bintang untuk mengetahui musim.
“Islam mendukung semua aktivitas dan mendorongnya sepanjang peradaban Islam,” kata ulama yang pernah menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Hal itu terbukti dengan perkembangan sains ilmu pengetahuan yang sangat pesat saat Islam di masa emasnya. Ia menyebut mulai Dinasti Abbasiyah saja bagaimana dulu para khalifah pada masa itu betul-betul menjadikan ilmu penyelidikan alam menjadi salah satu penopang utamanya dalam menjalankan pemerintahan.
TGB menyebut Khalifah Al-Manshur yang membangun kota Baghdad berdasarkan perhitungan sains, meliputi kesuburan tanah, suhu, hingga tata kotanya. Artinya, kesadaran akan sains atau kesadaran berilmu pengetahuan dalam arti mendasarkan pada fakta ilmu pengetahuan sudah ada. Bahkan, lanjutnya, hal tersebut dikembangkan dengan sungguh-sungguh. Terbukti dengan kehadiran beberapa tokoh sains dari kalangan Muslim, seperti Al-haitsam yang dikenal sebagai bapak optik, al-Khawarizmi, dan sebagainya.
Webinar ini digelar atas kerjasama PCINU Mesir, PCINU Maroko, PCINU Tunisia, dan PCINU Sudan. Setelah ini, Webinar akan dilanjutkan pada esok, Jumat (5/6) dengan pemateri Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan KH Abdul Syakur Yasin, lalu Rais Syuriyah PCINU Austalia dan Selandia Baru KH Nadirsyah Hosen pada Sabtu (6/6), dan Ketua NU Care LAZISNU H Ahmad Sudrajat.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan